Saturday, August 30, 2008

Puisi

Aku Cinta Kamu 

Inilah kata-kata yang tak kunjung hilang..
Padamu seorang, oh kasih pujaan..
Dengarkanlah...
Aku cinta kamu seumur hatiku..
Kucintai engkau dengan segenap hatiku..
Lihatlah dasar pelabuhanku..
Aku tak ada perhentian tanpamu..
Ambang cintaku berlabuh dalam hatimu...
Aku sayang kamu bidadariku..
Siang malam hanya kamu saja..
Yang terpikir dan terbayang dalam anganku..
Kau kuinginkan..dan kuimpikan..
Kau kusayangi dan kucintai..
Aku takkan bisa hidup, pabila kau pergi..
Sungguh..aku cinta kamu..
Seumur hidupku..
Segenap hati dan jiwa ragaku..
Tak berarti ini tuk persembahkan untukmu..
Kusiap mati, asalkan kau bahagia..
Pun kuingin kau tau satu rasaku..
Aku cinta kamu selamanya...
BEsar cintaku, tak tertandingi apapun di dunia..
Tuhan restuilah aku padanya..
Aku cinta dia, dan hanya dialah saja..

Saturday, August 23, 2008

Tukarkan Voucher Mentari Anda Sekarang!

Tukarkan Voucher Mentari Anda Sekarang!

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kami, serta menjaga kelancaran Anda dalam berkomunikasi, mohon diperhatikan Voucher Mentari dari Indosat yang anda miliki saat ini. Jika Voucher yang Anda miliki bernominal 150.000 ke atas dan tidak mencantumkan masa berakhir voucher (expired date) pada bagian belakangnya, maka Voucher tersebut harus segera ditukarkan ke Galeri Indosat di cabang di kota Anda.

Mengapa? Karena pada tanggal 31 Desember 2008, Indosat menetapkan untuk mengakhiri masa berlaku seluruh Voucher Mentari nya yang tidak mencantumkan masa berakhir voucher (expired). Pengguna Mentari yang memiliki voucher fisik lama seperti disebutkan sebelumnya dapat menukarkan voucher tersebut dengan voucher fisik yang baru dengan ketentuan sebagai berikut:
 

Nilai nominal voucher fisik mentari lama yang dapat diganti/ditukarkan:Denominasi Ciri Utama
1.000.000 Design Voucher Isi Ulang Mentari Lama tanpa tertera Akhir Masa Berlaku (Expired Date) di bagian belakang nya:
  ~ 500.000
   ~250.000
   ~150.000

Spesifikasi secara Fisik Voucher Mentari Lama dengan Nilai Nominal>= 150.000, mencantumkan nilai NOMINAL VOUCHER tetapi TIDAK tertera Akhir Masa Berlaku (EXPIRED DATE) secara tertulis.
 
Design Gambar Voucher beragam namun memiliki ciri tersebut di atas. Semua Voucher dengan jenis ini diperkenankan ditukarkan melalui Galeri Indosat.


Metode penukaran voucher yang dapat dilakukan oleh pelanggan 
Pelanggan dapat melakukan penukaran Voucher Fisik Mentari Lama untuk Nilai Nominal 150.000,- ke atas. Nilai nominal ini ketika dibeli masih diperhitungkan di luar PPN (saat voucher ini diproduksi, Indosat belum menerapkan kebijakan Voucher termasuk PPN), voucher ini dapat ditukarkan dengan Voucher Fisik Mentari baru atau Voucher Fisik Indosat lainnya (yang telah memperhitungkan PPN di dalamnya)
 
Nilai nominal Voucher Fisik Mentari pengganti/yang diberikan akan sesuai dengan Nilai Voucher Mentari Fisik Lama ditambah nilai tambahan reload setara PPn 10%.
 
Jika tidak terdapat Voucher Fisik dengan nilai nominal yang sesuai untuk dilakukan penggantian, maka nominal sisa penggantian akan dilakukan dengan metode Injection Pulsa.
 
Voucher Mentari Fisik Lama hanya dapat ditukarkan lagi dengan Voucher Mentari Fisik Baru atau Voucher Fisik Indosat lainnya (Voucher IM3 Fisik / Voucher Punya Indosat Fisik)
 
Mekanisme penukaran voucher dapat dilakukan di Galeri Indosat di kota Anda dengan mengacu kepada peraturan dan ketentuan yang ditetapkan Indosat.


Tempat dan penukaran voucher
Penukaran Voucher Fisik Mentari Lama dapat dilakukan diseluruh Galeri Indosat di seluruh Cabang sesuai dengan Syarat dan Ketentuan yang ditetapkan Indosat.
 
Waktu penukaran Voucher Fisik Mentari Lama diseluruh Galeri berlaku mulai Agustus 2008 sampai dengan maksimal 31 Desember 2008 pada jam kerja Galeri. Jika pelanggan belum sempat menukarkan Voucher Mentari Fisik lama yang dimiliki melebihi tanggal tersebut, maka secara otomatis Voucher tersebut tidak lagi dapat dipergunakan dan tidak diperkenankan untuk ditukarkan lagi.

 Contoh Voucher Fisik Mentari (Orga) Denominasi Diatas 150.000



Thursday, August 21, 2008

Apple Akhirnya Meluncurkan iPhone

SAN FRANCISCO-Steve Job, CEO Apple Computer, Selasa (9/1), meluncurkan masuknya Apple ke telepon seluler. Dia sekaligus menamai perusahaan menjadi lebih sederhana, Apple Inc saja. Ini artinya perusahaan ini bisa lebih fokus pada peranti elektronik bagi konsumen.
Harga iPhone ini paling murah US$ 499, atau sekitar Rp 4,5 juta, dan baru dipasarkan pada Juni mendatang. Cara memakainya dengan sentuhan pada layar dan tentu saja bisa untuk memutar musik, serta tambahannya berinternet. Sistem operasinya menggunakan OS yang khas Macintosh.
Job mempromosikan telepon seluler Apple ini bakal melakukan lompatan teknologi yang jauh meninggalkan telepon pintar saat ini.
Job juga menjelaskan perubahan nama perusahaan ini merupakan refleksi transformasi Apple dari pembuat komputer menjadi perusahan peranti elektronik seperti Philips, Samsung, dan lainnya.
Selama peluncuran yang dilakukan di Macworld Conference and Expo, dijelaskan juga produk perangkat imbuhan televisi yang memungkinkan video dikirim ke komputer. Job juga menyatakan penjualan lagu melalui iTune Music Store, pasar lagu khusus iPod, melewati angka 2 miliar.
Saham Apple langsung naik 8 persen setelah pengumuman ini. Sedang stok telepon seluler berspesifikasi sama pun turun. Kenaikan ini memperkaya pemegang saham sebesar US$ 6 miliar.
Namun analis pasar telepon seluler Avi Greengart yang dihubungi Rachel Konrad, penulis bidang teknologi Associated Press, tidak yakin Apple bakal menguasai pasar. Pasalnya, menurut Greengart, mayoritas telepon yang terjual harganya jauh di bawah Rp 4,5 juta yang ditawarkan Apple. Jadi saingan Apple adalah telepon kelas atas, seperti buatan Palm Inc.
Walau demikian Job menyatakan Apple berencana menjual 10 juta telepon hingga 2008. Ini sekitar 1 persen pasar telepon dunia, dan 957 juta telepon laku pada tahun 2006.
Telepon yang termurah itu memiliki memori empat gigabyte. Yang delapan giga akan berharga US$ 599 atau Rp 5,45 juta. Telepon ini diimbuhi kamera digital 2 megapixel. Terdapat saluran untuk headphone tentunya dan untuk kartu SIM. Berkemampuan untuk menyinkronkan semua data digital, baik musik, film, atau foto, melalui komputer, baik yang dijalankan oleh OS-nya Mac atau Windows-nya Microsoft.. “Sama seperti iPod, tinggal colok dan sinkronisasi,” jelas Job.
Jika hendak telepon pengguna tinggal menyentuh angka-angka di layar atau menggulung gambar (scroll) nama-nama kontak dan memanggil dengan sekali sentuh saja. “Ini seperti sihir,” ungkap Job. ”Karena layar akan mengabaikan sentuhan yang tidak bertujuan. Super pintar.”
Yang baru adalah visual voicemail, di mana pengguna bisa melompat ke pesan yang penting saja, tanpa harus mendengar satu per satu. Telepon juga menyokong Wi Fi dan Bluetooth, serta bisa diketahui lokasinya melalui sistem GPS. Email bisa dilihat lewat iPhone lewat kerja sama dengan Yahoo Inc dan peta juga bisa lewat kerja sama dengan Google Inc.
Steve Job mendemonstrasikan kecanggihan iPhone dengan membuka peta Google pada ponsel, kemudian mencari data warung kopi yang ada di Moscone Center, San Francisco tempat acara diselenggarakan. 
Setelah data keluar ia pun menghubungi warung itu dan secara main-main memesan 4.000 cangkir kopi susu untuk dibawa, dan kemudian buru-buru menutup teleponnya. Job juga memperagakan kemampuan pemutar lagu dengan memainkan lagu “Lovely Rita, Meter Maid” karya band legendaris Beatles dalam album “Sergeant Peppers Lonely Heart Club Band”. 
Para penonton bersorak, penuh antusias terhadap isu bahwa iTunes akan mendapat hak penjualan lagu Beatles secara digital. Sampai hari ini mengunduh lagu Beatles tidak bisa secara legal. (ap/ads)

Wednesday, August 6, 2008

Cerita ttg Mami Rose, Jual diri, ke mucikari sampai eksekusi mati

Mami Rose dari Happy Home ke Sumber Rejeki

  LAGU dangdut Begadang nyanyian Rhoma Irama terdengar keras dari salon milik rumah bordir Happy Home. Aroma menyengat minuman keras dari berbagai merek, berbaur dengan kepulan asap rokok WTS (Wanita Tuna Susila) maupun pengunjung wisma Happy Home. Suasana akuarium tempat para WTS duduk berjajar menjajakkan diri – berukuran 3x5 meter makin menyesakkan dada. Bunyi lagu yang keras, asap rokok yang pekat bercampur dengan bau parfum mencolok yang dikenakan penjaja cinta. Sesekali tercium bau Fanbo, Brut dan merek-merek lainnya yang populer di era 75 an. Gelak tawa dan canda nakal dari para WTS kerap mewarnai wisma terkenal yang ada di gang Dolly, Surabaya.
  Seorang wanita cantik, berumur 27 tahun, lalu lalang mengontrol kamar demi kamar yang ada di dalam rumah bordir bercat pink itu. Mengenakan rok terusan warna merah, dengan bunga-bunga besar putih dan hitam. Belahan dadanya agak ke bawah, hingga terlihat jelas tonjolon buah dadanya. Bibirnya di pulas gincu merah menyala. Pipinya bersaput bluse on warna senada. Wanita bertubuh indah itu tak lain adalah Sumiarsih. Mucikari paling top Gang Dolly kala itu.
  Tingginya perputaran uang di HH menjadikan sejumlah “pengusaha” dadakan, ingin menggandeng Mami Rose untuk menjadi mitra bisnisnya. Satu diantaranya Letkol Mar Purwanto. Komandan Primkopal yang beralamat di jalan Dukuh Kupang Timur 17/24-26 Surabaya, rumah yang hanya beberapa meter dari gang Dolly. Semula Purwanto adalah tamu biasa wisma HH. Karena seringnya Purwanto datang, menjadikan mereka dekat antara satu dengan yang lainnya.
  Tidak hanya Purwanto yang kerap datang. Banyak lelaki dengan berbagai “seragam” yang datang ke Wismanya. Kehadiran pelanggan dari kalangan ABRI menjadi anugerah. Selain gengsi tersendiri, kehadiran para ABRI itu dijadikan “pengaman” rumah bordir miliknya. Untuk keperluannya itu, Mami Rose rela memberikan uang bulanan bagi aparat tersebut karena jasanya.

  Dengan semua ini dijadikan peluang bagi Purwanto, karena dengan adanya aparat yang ada di lokalisai tersebut. Membuat para pelanggan merasa aman dan nyaman. Kemudian Purwanto mengajak kerja-sama. Mami Rose menyetujui kerja-sama tersebut. Hanya dalam hitunggan minggu, wisma yang tidak jauh dari wisma HH diserahkan pengelolaannya ke Mami Rose. Usaha bordir patungan itu diberi nama Sumber Rejeki (SR). Jadilah Mami Rose germo di dua wisma sekaligus.

 
TEMPO
Kajari Surabaya: Sumiarsih dan Sugeng Segera Dieksekusi
16 Pebruari 2003 

TEMPO Interaktif, Jakarta:Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya Luhut Pakpahan memastikan segera mengeksekusi mati terpidana Nyonya Sumiarsih dan Sugeng secepatnya. Senin (17/2), dia akan menemui keduanya di Lembaga Pemasyarakatan Wanita dan Lowokwaru, Malang, untuk menyampaikan salinan penolakan grasi oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. 

“Pokoknya, secepatnya. Soal kepastian waktu dan tempat, semua kami rahasiakan,” ujar Luhut pada Tempo News Room di Surabaya, Minggu (16/2) siang. Kini, detak kehidupan Sumiarsih dan Sugeng tinggal menghitung waktu. Biasanya, setelah salinan itu diberikan eksekutor, terpidana mati akan ditempatkan di sel khusus. Sembari menunggu eksekusi, terpidana akan mendapat bimbingan dari rohaniwan. 

Undang-Undang Grasi 22/2002 mengatur, paling lambat 14 hari setelah keputusan presiden, kejaksaan selaku eksekutor harus menyampaikan pada terpidana. Dan, Senin ini mendekati batas terakhir penyampaian salinan itu setelah penolakan presiden pada 5 Februari. Mengapa salinan belum diterima Sumiarsih dan Sugeng? Pakpahan mengaku salinan itu belum menerima dari pengadilan. Selama ini hanya menerima faksimale dari Kejaksaan Agung. 

Sumiarsih dan Sugeng dipidana mati Pengadilan Negeri Surabaya pada 19 Januari 1989 karena terbukti melakukan pembunuhan berencana yang menewaskan Letkol Marinir Purwanto, istri, dua anak dan satu keponakan, Agustus 1988. Semua korban dihabisi secara sadis: kepala dihantam lalu mayat dibuang di jurang Songgoriti, Batu, Malang. 

Selain Sumiarsih, kasus itu juga diotaki suaminya, Djais Adi Prayitno – juga dipidana mati tetapi telah meninggal dunia karena sakit jantung di penjara Kalisosok Surabaya. Keduanya terbelit hutang pada Purwanto, yang sama-sama mengelola rumah bordil di kawasan Dolly, Surabaya. Sedang keterlibatan Sugeng karena menuruti permintaan dua orangtuanya itu. Begitu pula Sersan Dua (Pol) Adi Saputro, menantu Sumiarsih-Djais, yang lebih dulu dieksekusi mati setelah divonis Mahkamah Militer Surabaya. 

Setelah kasasi ditolak Mahkamah Agung, Djais, Sumiarsih dan Sugeng meminta grasi Presiden Soeharto tapi ditolak 28 Juni 1995. Ketiganya mengajukan PK alias Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, 28 Agustus 1995. Upaya ini gagal. Menyusul pergantian rezim, mereka meminta grasi Presiden Habibie dan Abdurrahman Wahid. Permintaan grasi pada Presiden Megawati adalah yang keempat. Empat belas tahun sudah mereka menjalani hukuman penjara sembari menunggu seluruh upaya hukum itu. 

Kini, pintu telah tertutup bagi Sumiarsih dan Sugeng. Terlebih lagi Undang-Undang Grasi 22/2002 hanya memberi kesempatan satu kali pada terpidana. Saat ini masih ada dua terpidana mati lain di Surabaya, yakni Nyonya Astini dan Sugik. Keduanya terbukti melakukan pembunuhan berencana, dilakukan sadis dan korban lebih dari satu orang. Pembunuhan itu juga berlatarbelakang utang. Astini menghantam kepala tiga korban, tubuh dicincang lalu dibuang. Sedang Sugik, remaja kuli batu, membunuh satu keluarga. Empat korban tewas dihantam kepalanya, kemudian ditanam di rumah. 

Tempo hari Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Heru Sutanto menyatakan telah membentuk dua tim penembak dari Brimob. Mereka telah berlatih untuk menunaikan tugas. “Kami sudah siap,” ujar Sutanto pada wartawan di Surabaya. 

Menurut Pakpahan, tiga hari sebelum eksekusi, kejaksaan wajib memberitahu keluarga terpidana. “Pemberitahuan tidak termasuk tempat dan jam pelaksanaan,” ujarnya. Dia berjanji akan menghindari kesalahan, termasuk keterlambatan pemberitahuan salinan penolakan grasi dari presiden. “Karena itu Senin kami ke Malang,” lanjutnya. 

Pelaksanaan teknis hukuman mati diatur Undang-Undang 2/PnPs/1964. Diantaranya menyebutkan, eksekusi harus dilakukan sampai terpidana sungguh mati. Batas waktu pelaksanaan yakni maksimal 30 hari sejak terpidana menerima salinan keputusan proses hukum terakhir. Bila terpidana hamil, hukuman dilaksanakan usai persalinan. Maksimal, 40 hari sejak melahirkan. 

Eksekusi dilakukan oleh kejaksaan yang menangani perkara itu sejak pengadilan tingkat pertama. Dan, permintaan terakhir dari terpidana mestilah dipenuhi eksekutor, kecuali yang bersifat menghalangi pelaksanaan hukuman. Undang-undang itu juga mengatur, regu tembak terdiri dari 12 orang: satu bintara, 10 tamtama dan seorang perwira selaku komandan. Sedang jarak tembak dibatasi antara 5-10 meter. Terpidana ditutupi kepala dengan kain hitam – tapi boleh menolak – dan mesti didampingi rohaniwan. 

Perwira itu memberi aba-aba dengan pedang. Ayunan ke atas sebagai perintah semua senapan diarahkan ke jantung. Dan, kibasan ke bawah adalah perintah menarik pelatuk. Serentak! Bila terpidana belum mati, tembakan berikut diarahkan ke kepala. Diantara regu tembak, tidak ada yang tahu senapan yang terisi peluru tajam dan hampa. Senjata tidak boleh organik, dan dilaksanakan oleh Brimob. 

Adi Sutarwijono – Tempo News Room

Addres Link : http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2003/02/16/brk,20030216-12,id.html
 
KORAN TEMPO ONLINE
Senin, 10 February 2003 


14 Tahun Menunggu Hukuman Mati

Celoteh narapidana yang bertemu keluarganya itu terdengar hingga ke lorong-lorong penjara. Kamis (6/2) itu seperti hari-hari lainnya Sumiarsih, 54 tahun, lebih suka berkawan dengan sepi di selnya yang sempit dan gelap di Blok 5 Kamar 8. Jemari satu-satunya terpidana mati di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Malang itu asyik merajut benang untuk dijadikan boneka. 

Tusukan jarum Sumiarsih terhenti, ketika seorang petugas jaga mengajaknya menemui Kepala LP, Hasnah. Di ruang Hasnah inilah, setelah 14 tahun menunggu, Sumiarsih pertama kali mendengar bahwa hari kematiannya telah ditentukan. "Sumiarsih sama sekali tidak terkejut saat saya beritahu bahwa grasinya ditolak. Ia tampak pasrah," kata Kepala LP, Hasnah, Jumat (7/2). 

Sekembali dari ruang kepala penjara itulah, Sumiarsih tampak termenung. Bonekanya yang setengah jadi dibiarkan diam di pojok sel. Wanita pembunuh keluarga Letkol Marinir Poerwanto itu membaca Alkitab dengan lirih. "Matanya berkaca-kaca. Sesekali matanya memandang ke langit-langit," kata Sri Swasti, Kasi Administrasi Keamanan dan Ketertiban. 

Kekhusyukan Sumiarsih terhenti ketika pintu selnya berderit karena seorang penjaga mengabarkan anaknya, Maywati Asturi, membesuknya. Dengan langkah gontai ia menemui anaknya di ruang besuk. Rambutnya tak sempat ia sisir. Matanya juga masih merah. 

Mereka langsung berpelukan ketika berjumpa. Belum sempat Wati berbicara, Sumiarsih dengan suara tergetar Ia menanyakan kabar ibunya, Mbah Genuk, dan cucunya, Elisabeth Dian Ayu Pitaloka, 7 tahun. "Perasaan kamu sendiri bagaimana Nduk? Kamu kan sudah dengar jika permohonan grasi saya ditolak. Sudah tak perlu dipikirkan, Semua orang pasti akan mati," kata Sumiarsih seperti ditirukan Sri Swasti. 

Pertemuan ibu dan anak pada Kamis itu terlihat agak tegang, tidak seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya yang selalu penuh canda. "Wati terus menangis, sedangkan ibunya malah tidak." 

Bagi Wati kabar itu adalah pukulan kedua setelah suaminya, Serda Pol Adi Prayitno, dihukum mati beberapa waktu lalu karena kasus yang sama. Sejak kehilangan suaminya, Wati memang sering menjenguk ibunya. Dalam seminggu, Wati bisa 3-4 kali datang ke LP. Dia juga sering membawaka makanan, meski ibunya sudah memasak sendiri. "Begitu seringnya, Wati tidak perlu meninggalkan identitas," kata Tutuk, petugas jaga. 

Di sela-sela tangisan Wati, Sumiarsih berpesan pada anaknya, "Teruskan mengikuti perintah Tuhan, karena saya sudah merasakan bagaimana saya dikasihani-Nya," ujar wanita yang di penjara Kebonsari, Malang, itu dikenal sebagai pemuka agama Kristen. 

Kepasrahan wanita yang lahir di Jombang, 22 September 1948 ini sebenarnya sudah tampak tiga bulan lalu. Menurut Sri Swasti, saat itu, Sumiarsih pernah mengatakan, "Andaikan jadi dihukum mati, saya yakin Tuhan Yesus pasti menyelamatkan saya. Saya yakin akan masuk surga. Hidup dan mati adalah kuasa Tuhan. Jadi tidak alasan bagi dirinya untuk takut menghadapi kematian." 

Menurut Sumiarsih, sejak menghuni penjara itu pada 1989, waktunya dihabiskan dengan membuat kerajinan tangan yang terbuat dari benang-benangan. Dari bahan tersebut, ia membuat mainan boneka dengan aneka model. Pihak Lapas, secara khusus membuatkan Sumiarsih sebuah ruang kerja berukuran 5x5 sekaligus sebagai ruang pamer karya-karyanya. "Baru-baru ini, saya mendapat pesanan 1.000 buah boneka teletubies," tuturnya. 

Selain membuat boneka, Sumiarsih sering membaca buku yang dibawakan oleh Wati. Pengarang favoritnya adalah Agatha Christie dan Remi Silado. Kegiatan lain yang dilakukannya adalah bercocok tanam. Berbagai tanaman sayuran, buah-buahan dan tanaman obat-obatan keluarga ditanam di bagian belakang penjara. "Saya juga sering membuatkan jamu untuk penghuni Lapas yang sakit. Ada jamu diabetes, tekanan darah tinggi. Banyak yang cocok," katanya. 

Malam hari, bersama tahanan lain, ia menonton TV. Acara yang paling disukai adalah sinetron Misteri Gunung Merapi, Nini Pelet, dan Ketoprak Humor. Usai nonton, ia selalu membaca Alkitab. "Saya banyak membaca Yeremia 29, ayat 11-14," ujarnya. "Saya selalu memohon agar grasi dikabulkan presiden. Hanya doa itu yang hanya bisa utarakan. Keinginan duniawi sudah tak saya pikirkan." 

Sumiarsih sempat berharap saat mengajukan grasi kepada pemerintahan B.J. Habibie sekitar tahun 1999 dan pemerintahan Abdurrahman Wahid. Namun, harapan itu memudar seiring tidak datangnya jawaban. Kini, harapan satu-satunya yang dia dambakan adalah bertemu dengan Sugeng, anaknya yang paling kecil yang juga dijatuhi vonis hukuman mati untuk kasus yang sama. "Sugeng tidak bersalah. Saya ingin makan ayam bakar pedas bersamanya." 

Sugeng kepada wartawan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Lowokwaru, Malang, Jumat (7/2), mengaku belum menerima surat resmi salinan penolakan grasi itu. Ia mengaku mendengar penolakan grasinya dan Ny, Sumiarsih dari media cetak. "Saya sudah mengajukan grasi tiga kali, satu kali ditolak semasa Soeharto kemudian diajukan lagi ke presiden Habibie dan Gus Dur, sampai saat ini belum ada jawaban," kata laki-laki yang lahir di Jombang 15 September 1964. 

Sugeng mengatakan bahwa ia sudah pasrah menerima hukuman apapun. Karena orang hidup suatu saat akan menemui kematian. Duda tanpa anak ini sebelumnya mendekam selama 12,5 tahun di Lapas Kalisosok Surabaya 1,5 tahun di Lapas Nusakambangan. 

Di penjara Lowokwaru, Sugeng menempati sel tahanan Blok 10 Kamar 3. Siang hari, selain olahraga dan bekerja di bengkel, ia menghabiskan waktu dengan memelihara bonsai. Malam hari, ia banyak mengikuti pengajian. 

Menjelang eksekusi mati, Sugeng meminta agar ia bisa ditemukan dengan ibunya, Sumiarsih. "Saya kangen dan saya ingin meminta maaf kepada ibu saya," ujarnya. 

Sumiarsih dan Sugeng melakukan pembunuhan terhadap keluarga Letkol Marinir Poerwanto, 13 Agustus 1988. Selain Letkol Marinir Purwanto, korban lain adalah Ny Sunarsih (isteri Purwanto), Haryo Bismoko (anak kedua), Haryo Budi Prasetyo (anak ketiga) dan Sumaryatun (keponakan Purwanto). Setelah terbunuh, para korban memasukkan ke mobil Taft warna hijau dan dibuang ke jurang Songgoriti Batu. Kematian para korban dikesankan sebagai akibat kecelakaan. 

Berdasarkan penyelidikan Polda Jatim, Sumiarsih adalah otak pembunuhan tersebut. Lima tersangka lain adalah Djais Adi Prayitno (suami Sumiarsih), Sugeng (anak Sumiarsih) Nano HP, Daim dan Serda Polisi Adi Saputro (menantu Sumiarsih, suami Wati). 

Adi Saputro telah ditetapkan dengan hukuman mati melalui pengadilan koneksitas Mahmil III-12 Surabaya, 9 November 1988 dan telah dieksekusi pada 30 November 1992. PN Surabaya menetapkan , 8 November 1988 Adi Prayitno, Sugeng dan Sumiarsih sebagai terpidana mati, 8 November 1988. 27 Juni 2001, Adi Prayitno yang ditahan di Lapas Porong Sidoarjo meningal di RSUD Sidoarjo karena penyakit jantung. 

Kini Sugeng dan Sumiarsih tinggal menghitung hari. Reuni anak dan ibu yang ditemani dengan ayam bakar pedas akan menjadi pengantar untuk menghadapi regu tembak. bibin bintariadi (malang)

Addres Link : http://www.korantempo.com/news/2003/2/10/Nasional/60.html
 
NICE INDONESIAN
Tinjauan Situs-Situs Malang Raya
Sumiarsih Memang Melegenda

21 Juli 2008 oleh indonesianic 


MASA kelam memang menjadi bagian kehidupan Sumiarsih, terpidana mati kasus pembunuhan. Selain menjadi mami di Wisma Happy, Gang Dolly Surabaya, dia juga pernah merasakan menjadi wanita panggilan untuk kalangan atas. Kini, di saat merasakan ajal menjemput, segala dosa yang pernah diperbuatnya dilebur dengan meminta ampunan terhadap Tuhannya. Berikut laporan tim Malang Post dari LP Medaeng.

Nama Sumiarsih ternyata memang sangat melegenda. Yang paling heboh, dia dan keluarga besarnya membunuh Purwanto sekeluarga karena masalah utang. Hingga dia akhirnya divonis hukuman mati bersama suaminya, Djais Adi Prayitno, Sugeng, anaknya dan Adi Saputro, menantunya. Namun, di balik itu, nama Sumiarsih ternyata tidak asing bagi penikmat seks kelas atas.

Di era tahun 70-an, Sumiarsih menjadi wanita panggilan untuk kalangan atas. Track record-nya di dunia esek-esek sangat tinggi. Bayangkan saja, ‘konsumen’ Sumiarsih tidak hanya dari Surabaya saja, melainkan dari Jakarta .

Tidak jarang, hanya dalam waktu seminggu, Bu Sih, nama panggilannya bisa pulang pergi Surabaya Jakarta. Di ibu kota ini, Sumiarsih diketahui suka melayani para pejabat pemerintah. Bahkan, para Jenderal TNI yang sudah pensiun atau aktif, pernah menikmati kemolekan tubuhnya.

Untuk kerahasiaan, Malang Post yang mendapat nama-nama Jenderal ini, hanya menyebut nama Jenderal BM, SDM dan beberapa anggota DPR RI seringkali membooking Sumiarsih.

Tarif untuk sekali kencan, bisa mencapai ratusan ribu rupiah (kala itu). Nominal tersebut, sangat sesuai dengan wajah dan kemolekan Sumiarsih. Saat mudanya, Sumiarsih memang sangat merawat tubuh dan wajahnya dengan berbagai ramuan.

Tidak heran, uang yang didapatnya dari melayani pria hidung belang ini, bisa dibelikan rumah ataupun peralatan rumah tangga. Baik itu di Jombang ataupun di Surabaya .

Saat masuk tahun 1980-an, Sumiarsih mulai merambah dunia mucikari untuk menambah keuangan. Meski begitu, dia terkadang masih melayani beberapa pelanggan setianya. Tidak lama, dia dan Prayit, suami yang dinikahinya ini, memilih untuk menjadi mucikari di Gang Dolly.

Keuangan keluarganya pun makin hebat. Dalam hal mengelola wisma pun, Sumiarsih memilih gadis-gadis yang berpenampilan seksi dan pintar melayani tamu.

“Itulah ibu. Jiwa raganya memang buat keluarga. Uang hasil menjadi mucikari gadis kelas atas juga demi keluarga. Kalau saya analisa, kasus yang menimpa saya (membunuh Purwanto dan keluarga), merupakan tanggung jawab ibu agar keluarganya tidak merana. Hanya saja, jalannya yang keliru,” kata Sugeng, anak Sumiarsih lewat seorang teman baiknya kepada Malang Post.

Tanggungjawab Sumiarsih kepada keluarga ataupun sesama teman-teman tahanan semasa di Lapas Wanita Kacuk Malang ternyata juga sangat membekas di hati pengagumnya di Malang .

Linda, salah seorang pengacara asal Malang yang datang ke Rutan Medaeng menceritakan, segala kebaikan-kebaikan Sumiarsih. “Padahal, terakhir ketemu, dia meminta saya membawakan rujak. Nah, kalau saya lihat sekarang di sekitar Medaeng ada orang jual rujak, rasanya mau menangis,” ujar istri pengacara Aristoteles ini.

Linda tidak datang sendirian. Dia bersama beberapa orang dari Malang yang mengaku ingin sekali ‘melayani’ Sumiarsih hingga meninggal di depan regu tembak. Sayangnya, kedatangan mereka untuk bertemu terpidana mati itu, ditolak dengan alasan Sumiarsih sudah diisolir. (*)
(harry santoso/malangpost)

Address Link : http://indonesianic.wordpress.com/2008/07/21/sumiarsih-memang-melegenda/
 
detikSurabaya
Sabtu, 19/07/2008 18:03 WIB
Mereka yang Ditembak Mati Sebelum Sumiarsih dan Sugeng
Imam Wahyudiyanta – detikSurabaya
PNPS/1964 tentang tata cara pelaksanaan pidana mati yang mengharuskan pelaksanaan dengan cara tembak sampai mati, sudah ada 28 terpidana mati yang menjalani eksekusi di Indonesia.

Dari jumlah itu, Jawa Timur sendiri telah mengeksekusi terpidana mati sebanyak 9 kali. Menariknya, terpidana mati pertama kali yakni Usen justru berasal dari Jawa Timur.

Sumiarsih (nama sesuai BAP, sedangkan nama menurut sang ibu: Sumiasih) dan Sugeng sendiri yang dieksekusi dini hari tadi merupakan terpidana mati ke-8 dan 9 yang dieksekusi di Jawa Timur. Sebelum itu Ny Astini, terpidana mati dalam kasus mutilasi telah dieksekusi pada tahun 2005 silam.

Sebenarnya, ancaman pidana mati awalnya bersumber pada Wetboek van Strafrecht (KUHP zaman Belanda) yang disahkan 1 Januari 1918 sebagai KUHP yang berlaku di Indonesia. Pemberlakuan KUHP tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 dan dikuatkan dengan UU No 1 tahun 1946 tentang pemberlakukan W v.S menjadi KUHP.

KUHP sendiri memuat dua pasal ancaman hukuman mati yaitu pasal 104 tentang kejahatan terhadap keamanan negara atau makar dan pasal 340 tentang pembunuhan berencana.

Pada tahun 1964 pemerintah menerbitkan UU No 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. Dalam UU itu disebutkan bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana hukuman mati dilakukan dengan cara ditembak hingga mati. Karena sebelumnya tidak pernah ada pengaturan mengenai bagaimana eksekusi harus dilakukan

Ketentuan pidana mati juga masih tercantum dalam sejumlah perundang-undangan yakni, UU No 22 tahun 1997 tentang Narkotika, UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

Berikut nama-nama terpidana mati yang telah diekseskusi mati dan nama daerah yang mengeksekusinya:

Banten
- TB Yusuf Mulyana alias Usep (2008)

Jawa Tengah
- Karta Cahyadi bin Yongki (1995)
- Samuel Iwuchukuwu Okoye (2008)
- Hansen Anthony Nwaliosa (2008)

Jawa Timur
- Usen (1978)
- Henky Tupawel (1980)
- Ignatius Kusni Kasdut (1980)
- Roestom alias Hasyim alias Mursyid alias Ahmad alias Istam (1985)
- Gatot Sutardjo alias Bedjo alias Sidik (1987)
- Adi Saputro (1992)
- Astini (2005)
- Sumiarsih (2008)
- Sugeng (2008)

Sulawesi
- Katjong Laranu (1995)
- Febianus Tibo (2006)
- Marinus Riwu (2006)
- Dominggus da Silva (2006)

Nusa Tenggara Timur
- Fredik Soru (2001)
- Gerson Pandie (2001)

Sumatera Utara
- Ayodhya Prasad Chaubey (2004)
- Namsong Sirilak (2004)
- Saelow Prasert (2004)
- Ahmad Suradji alias Datuk alias Nasib Kelewang alias Dukun AS (2008)

Kalimantan Tengah
- Ayub Bulubili (2007)

Jambi
- Turmudi bin Kasturi (2005)

Jakarta
- Chan Tien Chong (1995) alias Steven

Jawa Barat
- Liong Wie Tong alias Lazarus (1987)
- Tang Tiang Tjoen (1987)(fat/fat)

Addres Link : http://surabaya.detik.com/read/2008/07/19/180312/974497/466/mereka-yang-ditembak-mati-sebelum-sumiarsih-dan-sugeng
 
LIPUTAN6 SCTV
LIPUT14/07/2008 18:19 Kasus Pembunuhan
Sumiarsih Ajukan Penundaan Eksekusi 

Liputan6.com, Malang: Sumiarsih dan Sugeng, terpidana mati pembunuhan keluarga Letnan Kolonel Marinir Purwanto, mengajukan penundaan eksekusi ke Jaksa Agung Hendarman Supandji. Penundaan dilakukan untuk menempuh langkah hukum lanjutan. Demikian diungkapkan pengacara Sumiarsih, Sutedja Djajasasmita, di Malang, Jawa Timur, Senin (14/7).

Menurut Sutedja, pengajuan surat penundaan eksekusi ke Jaksa Agung dilakukan karena yakin jika penolakan grasi Presiden bukan didasarkan permohonan anak Sumiarsih, Wati, yang diajukan 2006.

Selain Sumiarsih dan Sugeng, ada dua pelaku lain dalam kasus pembunuhan keluarga Purwanto pada 1988. Dua terpidana mati itu adalah Sersan Dua Adi Seputro yang sudah dieksekusi mati dan Adi Prayitno, suami Sumiarsih, yang meninggal karena sakit. Saat ini Sumiarsih berada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kota Malang. Sementara Sugeng di LP Porong, Sidoarjo. [baca: Jelang Eksekusi, Sumiarsih Lebih Banyak Berdoa].(TOZ/Noor Ramadhan dan Eko Saktia)AN6 SCTV

Address Link : http://www.liputan6.com/news/?id=162297&c_id=2
 
BBCIndonesia
Sumiarsih dan Sugeng dieksekusi 
 
Sumiarsih dan Sugeng, terpidana mati kasus pembunuhan perwira marinir dan keluarganya pada tahun 1988, sudah dieksekusi di Surabaya tepat pukul 00.16, Sabtu dinihari.

Keseluruhan proses eksekusi, mulai dari kedua terpidana dibawa keluar dari rutan Medaeng sampai mayat mereka dibawa ke rumah sakit umum Dr. Soetomo, Surabaya, untuk diotopsi, berlangsung dalam waktu satu jam. 

Sumiarsih, 60 tahun, dan putranya Sugeng yang berusia 44 tahun adalah 2 di antara komplotan yang dinyatakan bersalah membunuh perwira menengah marinir, Letnan Kolonel Purwanto, bersama isterinya, Sunarsih, dan Haryo Bismoko serta Haryo Budi Prasetyo --masing-masih anak ke-2 dan ke-3. 

Anak pertama keluarga Purwanto, yaitu Haryo Abriyanto, selamat dari pembunuhan itu. 

Anak tertua keluarga marinir itu sedang tidak berada di rumahnya yang terletak di Dukuh Kupang Timur pada waktu peristiwa terjadi pada tanggal 13 Agutus 1988. 

Selain Sumiarsih dan Sugeng, anggota komplotan pembunuhan ini adalah personel kepolisian Serda Adi Saputra yang dieksekusi mati pada tahun 1992. 

Sedangkan Daim dan Nano masing-masing dihukum 12 tahun dan 8 tahun penjara.

Pelaku lainnya adalah Djais Adi Prajitno yang meninggal dunia pada bulan Juni 2001 karena sakit.

Address Link : http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2008/07/080718_sumiarsihexecutedau.shtml
 
ANTARA NEWS
04/07/08 08:30
Terpidana Mati Sumiarsih Diperlakukan Khusus Di Lapas


Malang, (ANTARA News) - Terpidana mati, Sumiarsih (59) yang kini menjalani hari-hari terakhirnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita Kelas II Sukun Malang mulai mendapatkan perhatian dan perlakuan khusus dilingkungan Lapas setempat.

"Kami memang diperintahkan untuk memberikan perhatian dan pemantauan ekstra, karena dikhawatirkan Bu Sumiarsih mengalami shock, stres bahkan bunuh diri," kata Kalapas Kelas II Sukun, Entin Martini BcIP di Malang, Jumat.

Selain pemantauan terhadap kondisi jiwa, katanya, pihaknya juga memperhatikan kesehatannya secara ekstra pula, namun sampai sejauh ini nenek satu cucu itu sehat-sehat saja dan tetap menjalani aktivitasnya membuat kerajinan maupun kegiatan kerohaniannya.

Ia mengatakan, untuk aktivitas yang berhubungan dengan kerohanian, pihaknya juga telah memindahkan Sumiarsih ke Blok 5 kamar 8 bersama terpida lain yang satu kepercayaan (agama).

Sebelumnya Sumiarsih menyatakan, dirinya tidak ingin meninggal dengan cara dieksekusi (ditembak), tetapi meninggal secara wajar seperti keluarganya yang lain termasuk suaminya, Djais Adi Prayitno yang meninggal karena sakit, meski juga dipenjara.

Keinginan meninggal secara wajar di Lapas tersebut juga akan disampaikan secara resmi oleh pengacara Sumiarsih, Sutedja Djajasusmita, SH ke Depkum HAM.

Sumiarsih bersama putranya Sugeng yang juga terpidana mati telah menjalani hukuman selama 20 tahun sejak divonis Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, karena telah terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap satu keluarga di Jln.Dukuh Kupang Timur 24 Surabaya tahun 1988.

Selain Sumiarsih, yang divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan tersebut adalah Serda (Pol) Adi Saputro (menantu) yang sudah dieksekusi, Djais Adi Prayitno (suami) yang meninggal tahun 2001 karena sakit dan Sugeng (anak pertama).

Korban pembunuhan tersebut adalah Letkol (Mar) Purwanto, Ny. Sumiarsih (istri Purwanto), Haryo Bismoko (anak), Haryo Budi Prasetyo (anak) dan Sumaryatun (keponakan Purwanto) dan mayat kelima korban itu dibuang ke jurang di kawasan Songgoriti-Batu. (*)

COPYRIGHT © 2008

Address Link : http://www.antara.co.id/arc/2008/7/4/terpidana-mati-sumiarsih-diperlakukan-khusus-di-lapas/
 
detikNews
Rabu, 16/07/2008 00:03 WIB
Sugeng dan Sumiarsih Dipindahkan ke Rutan Medaeng
Rois Jajeli - detikNews

 
Sidoarjo - Dua terpidana mati Sugeng dan Sumiarsih sudah dipindahkan ke rumah tahanan Medaeng, Waru, Sidoarjo. Meski berada di satu tempat, anak dan ibu itu belum dipertemukan.

"Sekarang keduanya di selnya masing-masing," kata Asisten Intelijen Kejati Jawa Timue AS Darmawan saat dicegat wartawan di depan Rutan Medaeng, Selasa (15/7/2008).

Pantauan detikcom, kedua terpidana mati itu tiba di rutan tidak bersamaan. Sugeng, sang anak, tiba lebih dulu sekitar pukul 21.00 WIB. Sementara Sumiarsih, tiba sekitar pukul 22.20 WIB.

Darmawan mengatakan, hingga saat ini, waktu eksekusi keduanya masih dirahasiakan. "Tidak tahu, pokoknya dalam waktu dekat," katanya.(ken/ken)

Address Link : http://www.detiknews.com/read/2008/07/16/000337/972469/10/sugeng-dan-sumiarsih-dipindahkan-ke-rutan-madaeng
 
okeZone.com NEWS
Sebentar Lagi, Sumiarsih Dieksekusi 
Senin, 14 Juli 2008 - 10:05 wib
Yuni Herlina Sinambela – Okezone
JAKARTA - Terpidana mati Sumiarsih dan Sugeng, dalam waktu dekat dipastikan segera dieksekusi oleh regu tembak. Hingga saat ini masih dilakukan persiapan-persiapan terkait eksekusi keduanya.

Jaksa Agung Muda Pidana dan Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga memastikan, dalam waktu yang tidak lama lagi, eksekusi kedua terpidana mati kasus pembunuhan keluarga Letkol Marinir Purwanto itu segera dilakukan.

"Jaksa Ariana sudah datang melapor ke Kejagung dan melakukan persiapan-persiapan intensif. Dalam waktu dekat eksekusi akan segera dilakukan," ujar Jampidum usai penyerahan piala juara lomba Adhyaksa Bhakti di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/7/2008). 

Meski pihak Kejagung tidak menyebutkan kapan waktu eksekusi, namun seperti diketahui sebelumnya, Polda Jatim sudah menyatakan siap jika sewaktu-waktu diperlukan untuk melakukan eksekusi kedua terpidana mati itu. Brimob Polda Jatim bahkan telah menyiapkan satu regu tembak yang beranggotakan dua belas personel
(ded)

Address Link : http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/07/14/1/127342/sebentar-lagi-sumiarsih-dieksekusi


Aparat Desa Siapkan Makam Sumiarsih
Kamis, 17 Juli 2008 - 17:41 wib
JOMBANG - Kendati belum ada kepastian tentang lokasi pemakaman Sumiarsih dan Sugeng, namun aparat Kelurahan Kepanjen Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang sudah menyiapkan lokasi pemakaman kedua terpidana mati itu. Bahkan beberapa alternatif lokasi sudah disiapkan.

Kepala Urusan Kesejahteraan Masyarakat (Kaur Kesra) Kelurahan Kepanjen, Zanul Arifin mengaku, pihaknya telah menyiapkan dua lokasi pemakaman Sumiarsih dan Sugeng. Jika kedua warganya tersebut memilih untuk dikebumikan di desa tempatnya dibesarkan. 

Dia menyebut, ada dua lokasi di Pemakaman Dusun Wersah Kelurahan Kepanjen yang sudah disiapkan untuk menjadi peristirahatan terakhir keduanya. 

"Lokasi pertama berada di sebelah timur. Disini, jenazah Sumiarsih dan Sugeng bisa dikebumikan bersandingan. Sedangkan lokasi lain, berada di tengah dan agak ke selatan,'' kata Zainul sambil menunjukkan lokasi makan yang sudah diberi garis, Kamis (17/7/2008). 

Alternatif kedua, sambungnya, lokasi pemakaman keduanya dipisah namun tetap dalam satu areal. Alternatif ini kata Zainul, jika pihak keluarga menginginkan jenazah Sumiarsih dan Sugeng disandingkan dengan makam dua anggota keluarga lainnya. 

Dia juga mengaku sudah menata lokasi pemakaman jika ada kemungkinan pihak keluarga meminta jenazah sekeluarga itu berdampingan. "Ada makam adik Sumiarsih, namanya Suparno. Makam ayah Sumiarsih, Kasan Rejo juga disini," terangnya.

Namun, lanjutnya, minimnya ruang di sebelah makam Suparno dan Kasan Rejo itu, membuat makam Sumiarsih dan Sugeng nantinya tak bisa berdampingan. "Sumiarsih berdekatan dengan ayahnya, sementara Sugeng dengan Suparno," katanya. (Tritus Julan/Sindo/ded)

Address Link : http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/07/17/1/128616

RS Dr Soetomo Tak Bersiap "Sambut" Sumiarsih
Rabu, 16 Juli 2008 - 12:34 wib
Amir Tejo – Okezone
SURABAYA - Jelang eksekusi mati Sumiarsih dan Sugeng, tidak tampak persiapan khusus di Instalasi Kedokteran Forensik (IKF) RS Dr Soetomo Surabaya. 

Berdasarkan pantauan okezone, Rabu (16/7/2008), di ruang jenazah pihak rumah sakit menempatkan satu buah peti mati. Namun saat dikonfirmasi, pihak rumah sakit membantah jika peti mati itu dipersiapkan untuk eksekusi mati Sumiarsih. 

"Tidak ada persiapan khusus Mas. Peti mati bukan untuk Sumiarsih," kata Abumanyu petugas kamar mayat.

Meski tak melakukan persiapan khusus, nampaknya kabar eksekusi dua terpidana mati dalam kasus pembunuhan Letkol Marinir Purwanto beserta empat anggota keluarganya di Jalan Dukuh Kupang Timur, Surabaya, pada 23 Agustus 1988 itu telah menjadi perbincangan hangat pegawai RS Dr Soetomo itu. 

Sebelumnya Jaksa Agung Mudan Tindak Pidana Umum, Abdul Hakim Ritonga Eksekusi hukuman mati bagi Sumiarsih dan Sugeng diperkirakan akan dilakukan pada bulan Juli 2008.Namun sampai saat ini belum diketahui pasti tanggal pelaksanaannya. 

(fit)

Addres Link : http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/07/16/1/128092/rs-dr-soetomo-tak-bersiap-sambut-sumiarsih

 
BLOG ORANG KAMPUNG
20 July 2008
Selamat jalan Ibu Sumiarsih 
Ibu Sumiarsih [60 tahun] bersama anaknya, Sugeng [44 tahun], sudah dieksekusi mati di Surabaya, Sabtu dinihari 19 Juli 2007. Sudah macam-macam upaya yang dilakukan untuk mengubah hukuman mati, tapi gagal. Tinggal 20 tahun di dalam penjara, bertobat, berkelakuan baik, rajin ibadat, sekali-kali tak akan pernah membatalkan hukuman mati.

Ini Indonesia, Bung! Negara yang punya pasal hak asasi manusia di konstitusi, tapi kokoh mempertahankan pidana mati. Maka, Sumiarsih, Sugeng, dan nama-nama lain pun harus meregang nyawa di depan regu tembak. 

Mata ganti mata! Gigi ganti gigi! Nyawa ganti nyawa! 

Saya terenyuh ketika Bu Sumiarsih dan Sugeng dipertemukan di Rutan Medaeng, Sidoarjo. Sebelumnya Bu Sumiarsih tinggal di Penjara Malang, Sugeng di Penjara Porong, Sidoarjo. Ini isyarat kuat bahwa hari-hari eksekusi segera menjelang. Hampir 20 tahun mereka tak bertemu. Sugeng menggenggam tangan Bu Sumiarsih erat-erat. Begitu pula sebaliknya. Keduanya seakan tak ingin berpisah.

Mari bersiap, mari berdoa! Moga-moga Tuhan kasih tempat terbaik, bertemu di dunia yang lain! Saya tidak tahu apa saja yang dibicarakan Bu Sumiarsih bersama anaknya, Sugeng. Sulit dibayangkan, bertemu sejenak, diawasi tim jaksa dan penjaga penjara, untuk kemudian bersiap di depan regu tembak dua hari kemudian. Ajal memang niscaya. Tapi siapa gerangan yang tak gentar ketika hari-hari hidupnya sudah ditentukan? 

Sejumlah jemaat gereja dan rohaniwan menemui Bu Sumiarsih. Berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya selama 20 tahun, para jemaat tak banyak bicara. Mau omong apa? Hanya rasa yang bicara. Dalam hitungan jam Bu Sumiarsih alias Mbah Sih harus ditembak mati. Harus menebus dosanya gara-gara peristiwa hitam di Dukuh Kupang Barat 13 Agustus 1988. 

Oh Tuhan, inikah ajal yang telah Tuhan tentukan? Ataukah, ajal manusia ditentukan jaksa eksekutor? Tiba-tiba Bu Sumiarsih angkat bicara: "Mengapa kalian sedih? Saya tidak sedih kok. Bukankah saya sudah bersama Tuhan Yesus? Kita, orang beriman, tidak boleh takut menghadapi situasi macam apa pun."

Ah, Bu Sumiarsih, kata-katamu seperti dikutip berbagai media di Surabaya sungguh tak pernah saya bayangkan. Ini hanya bisa keluar dari mulut insan yang penuh iman, tawakal, dekat dengan Tuhan. Hidup di penjara selama 20 tahun tampaknya telah menempa Bu Sumiarsih sebagai pengikut Yesus Kristus yang teguh. 

"Kami sangat terharu mendengar kata-kata Bu Sumiarsih. Ternyata, bukan kami yang menguatkan Bu Sumiarsih, tetapi justru beliau yang menguatkan kami," berkata beberapa jemaat yang sempat menemui Bu Sumiarsih pada saat-saat terakhir.

Jumat, 18 Juli 2008.

Tengah malam, sekitar pukul 22:00 WIB, Bu Sumiarsih dan Mas Sugeng dibawa keluar dari Rutan Medaeng. Berputar-putar selama satu jam, lalu mampir di lapangan terbuka. Tidak penting di lapangan Mapolda Jatim, lahan di Osowilangun, atau di mana. 

Toh, di mana saja acara penembakan dua anak manusia, pada saat bersamaan, harus dilakukan. "Demi hukum. Demi undang-undang. Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa," begitu kira-kira prinsip aparat penegak hukum.

Saya tidak tahu apa yang dikatakan Bu Sumiarsih kepada Tuhan pada detik-detik terakhir. Pula dengan Mas Sugeng. Tapi, mengutip pengacaranya, Pak Tedja Sasmita, Bu Sumiarsih terlihat tenang. Pasrah. "Oh Tuhan, ke dalam tanganmu kuserahkan nyawaku! Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama-Mu!" 

Saya membayangkan Bu Sumiarsih menghadapi regu tembak [12 anggota Brimbo Jatim] dengan senyum. Selesai sudah! Umur manusia ternyata begitu pendek. Tak sampai satu menit, begitu perluru bersarang di tubuh fana, roh Bu Sumiarsih pun lepas dari badan. Pula dengan Sugeng. Ibu dan anak ini pun bertemu Sang Khalik! 

Di TPU Samaan Malang, sebelum peti jenazah diturunkan, Pendeta Lanny Liem--pembimbing Bu Sumiarsih di penjara selama 20 tahun--menyampaikan kata-kata bijak Bu Sumiarsih kepada sidang jemaat. Lanny berbicara dalam nada yang tegas, layaknya pendeta-pendeta Pentakosta. Berikut kata-kata Bu Sumiarsih: 

"Akhir hidup saya ini sudah ditentukan 
hari, tanggal dan waktunya 
Kepulangan saya bukan sebagai orang jahat, 
melainkan sudah takdir dari Tuhan. 

Kepada jemaat yang mengikuti pemakaman: 
Hidup itu sementara, 
kita pasti menghadap Bapa di Surga
Untuk itu, kita harus persiapkan keimanan kita 
dan berusaha menebus dosa-dosa 
yang pernah kita dilakukan di dunia ini."

Selamat jalan Bu Sumiarsih! Selamat jalan Bu Sumiarsih!

Mengutip kata-kata Rasul Paulus:

“Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, 
aku telah mencapai garis akhir 
dan aku telah memelihara iman."

Addres Link : http://hurek.blogspot.com/2008/07/selamat-jalan-ibu-sumiarsih.html
 
KOMPAS
Sumiarsih: Maafkan Ibu, Anakku...
Kamis, 17 Juli 2008 | 07:27 WIB

SURABAYA, KAMIS - Suasana haru menyelimuti pertemuan ibu dan anak, Sumiarsih dan Sugeng, sesaat setelah keduanya dipindah ke Rumah Tahanan (Rutan) Medaeng, Sidoarjo, Rabu (16/7) dini hari.

Kedua terpidana mati kasus pembunuhan berencana ini berpelukan penuh haru dan saling menguatkan menjelang pelaksanaan hukuman tembak yang diperkirakan tinggal dalam hitungan jam.

Tiba di Rutan Medaeng, Selasa tengah malam, Sugeng (44) dan Sumiarsih (60) menjalani pemeriksaan kesehatan. Sugeng lantas dibawa ke kamarnya di Blok D1 yang berukuran 4 meter x 4 meter untuk beristirahat. Sementara itu, Sumiarsih ditempatkan di sel khusus di Blok W. Sel khusus berukuran 1,5 meter x 3 meter ini bersebelahan dengan sel khusus yang pernah dihuni N Astini sesaat sebelum dia dieksekusi tahun 2005 lalu.

Di dalam Blok W yang dikhususkan untuk perempuan ini sengaja disiapkan dua sel khusus untuk satu orang dengan kasus tertentu. Kondisi letih yang dirasakan Sumiarsih usai perjalanan dari LP Wanita Sukun (Malang) ke Medaeng membuat ibu tiga anak ini langsung beristirahat.

Kurang dari sejam, Sumiarsih sudah terlelap di kasur lipat yang ada di sel tersebut.

Sekitar pukul 03.00 WIB, Sumiarsih dibangunkan oleh petugas dan diajak ke ruang Registrasi Rutan Medaeng. Di sana, perempuan kelahiran Jombang, 22 September 1948, ini dipertemukan dengan anak bungsunya, Sugeng, yang sudah dirindukannya.

Meski cukup sering berkomunikasi melalui telepon, pertemuan terakhir antara Sumiarsih dan Sugeng terjadi 2 tahun lalu.

Sumiarsih tak mampu menyembunyikan keharuannya saat bertatap muka dengan buah hatinya itu. Janda Djais Adi Prayitno ini langsung meminta maaf kepada Sugeng. “Dia (Sumiarsih) meminta maaf kepada Sugeng karena telah melibatkannya dalam pembunuhan itu. Dia merasa Sugeng hanya ikut saja. Berulang kali Sumiarsih mengucapkan kata permintaan minta maaf pada Sugeng,” ungkap salah seorang petugas yang saat itu berada di sana.

Melihat ibunya mengiba, Sugeng langsung merangkulnya dan menepuk-nepuk pundaknya. Mata keduanya berkaca-kaca seolah menyembunyikan perasaan rindu yang mendalam. Setelah berangkulan, keduanya saling memberikan semangat. “Mereka saling menguatkan,” imbuh sumber ini.

Saat hampir mendekati subuh, keduanya kembali ke sel masing-masing dan beristirahat. Rutan Medaeng sengaja menempatkan dua petugas untuk menjaga mereka di sel dan bloknya.

Keesokan harinya sekitar pukul 10.00, Sumiarsih menerima kunjungan dua pendamping rohani, yakni Pendeta Andreas Nurmandala dan Jonathan Gie. Kemudian Andreas mengurus proses izin kunjungan keluarga Sumiarsih.

Maywati, anak Sumiarsih, bermaksud bertemu dengan ibunya. Dia ditemani Felicia (kekasih Sugeng), Mbok Genuk (ibu kandung Sumiarsih), para kerabat yang lain, serta relawan dan rohaniwan dari sejumlah yayasan gereja. Ikut pula mendampingi Muhammad Sholeh SH, pengacara dan mantan rekan satu sel Sugeng di LP Kalisosok Surabaya beberapa tahun lalu.

Namun, karena pihak Rutan Medaeng mewajibkan mereka membawa surat izin dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, pertemuan itu tertunda beberapa saat.

Sugeng, pagi kemarin, menerima kunjungan dari tahanan pendamping (tamping) Takmir Masjid Medaeng. “Dia memang meminta didoakan teman-teman sesama tahanan,” kata sumber Surya.

Sekitar pukul 09.30, Sugeng dikunjungi pendamping rohaninya, Ustadz Nur Waliyin. Sugeng melakukan shalat dhuha berjamaah. Pertemuan tersebut berlangsung hingga pukul 11.15.

"Awalnya saya meminta dia yang mengimami saya, tapi dia menolak. Katanya, saya saja. Ya akhirnya kami shalat berjamaah di dalam sel,” kata Ustadz Nur Waliyin saat dikonfirmasi Surya seusai pertemuan, Rabu (16/7).

 Beri Wejangan

Pada sore hari, rombongan keluarga dan rekan Sumiarsih dan Sugeng akhirnya bisa bertemu. Pengacara Sumiarsih, Soetedja Djajasasmita, kemudian masuk. Sekitar 15 orang menemui Sumiarsih dan Sugeng sore itu. “Pertama kali rombongan menemui Sugeng di ruangan khusus yang memang sudah disediakan,” ujar Soetedja sesaat setelah keluar dari rutan.

Pengacara bertubuh tinggi itu menggambarkan, dalam pertemuan itu Sugeng tegar menerima kunjungan keluarga dan kerabatnya. “Meski tegang, dia biasa saja, justru keluarganya yang menangis,” tambahnya.

Setelah melepas kangen dan bercengkerama sekitar 20 menit, rombongan terpecah menjadi dua. Satu rombongan menuju ruangan lain yang disiapkan untuk menemui Sumiarsih dan sebagian lagi tetap berbincang dengan Sugeng.

Suasana mengharukan terjadi ketika rombongan bertemu Sumiarsih. Bukannya menjadi orang yang mendapat penguatan dari keluarga dan kerabat yang mengunjunginya, Sumiarsih justru memberi wejangan dan penguatan pada rombongan yang menemuinya itu.

“Ya namanya keluarga seperti apa, mereka berpelukan menangis, seperti itulah tapi Sumiarsih justru tegar dan melarang menangis,” ujar Soetedja.

Hal senada juga disampaikan Ibu Hendrini yang ikut dalam rombongan. Dengan mata berkaca-kaca, wanita setengah baya yang mengaku ketua sebuah yayasan di Jalan Simpang Darmo Permai Selatan itu terharu melihat ketegaran Sumiarsih. “Saya menangis saat ketemu, tapi dia justru mengingatkan dan berkata keras, ‘Jangan menangis! Suatu kali kelak kita akan bertemu di surga’,” ujarnya. 

Sumiarsih juga mengingatkan keluarga dan rekan-rekannya agar senantiasa mendekat pada Tuhan. “Buat apa susah, saya sudah lama menderita,” kata Hendrini lagi, menirukan ucapan Sumiarsih.

Tidak banyak keterangan yang diberikan pihak keluarga Sumiarsih saat meninggalkan rutan. Adik-adik Sumiarsih dan ibunya memilih diam ketika keluar dari pintu depan rutan pada pukul 18.30 WIB. Mereka langsung masuk ke dalam mobil Toyota bernopol S 981 W yang sudah terisi beberapa orang. Wati, yang didampingi rekannya dan pendeta Andreas, yang keluar terakhir menyatakan bahwa ibunya merupakan seorang ibu yang tegar. “Imannya begitu luar biasa, saya salut dia justru memberi kekuatan,” pujinya.

Sejak adanya kedua terpidana mati ini, Rutan Kelas I Surabaya ini dijaga ketat petugas kepolisian. Akses masuk ke Blok W dan Blok D juga dijaga ketat petugas. 

Rutan Medaeng memberlakukan proteksi ekstra kepada pers. Bahkan, sebuah pohon yang menjulang tepat di pintu masuk samping Rutan Medaeng sengaja dilingkari kawat berduri. Tujuannya agar tidak dipanjat oleh wartawan, khususnya juru kamera yang biasanya membutuhkan tempat lebih tinggi untuk memotret atau mengambil gambar. “Maklum tahun lalu ada wartawan yang nekat naik pohon saat akan eksekusi,” kata salah seorang sipir Medaeng. 

Sementara untuk urusan makan dan minum Sumiarsih dan Sugeng ditangani langsung oleh Kepala Seksi Pelayanan Tahanan Rutan Medaeng, Bambang Hariyanto. Namun saat dimintai konfirmasinya, Bambang menolak memberikan komentar. “Maaf, untuk masalah ini saya tidak bisa berkomentar,” elaknya. 

Hingga kemarin, belum bisa dipastikan hari dan jam eksekusi kedua terpidana. Diperkirakan, eksekusi akan dilaksanakan malam ini atau besok malam. (k1/rey/ame/rie/tja)


Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network

Addres Link : http://www.kompas.com/read/xml/2008/07/17/07275514/sumiarsih.maafkan.ibu.anakku...
 
INDOSIAR NEWS
FOKUS
Jelang Eksekusi
Sumiarsih Ajukan Amnesti ke Presiden
indosiar.com, Malang - Sumiarsih terpidana kasus pembunuhan berencana mengaku pasrah akan ajal yang akan menjemputnya. Namun ia masih berharap ada ampunan dan belas kasihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan amnesti. 

Usai mengikuti kebaktian, Sumiarsih, terpidana mati kasus pembunuhan berencana tampak pasrah menghadapi hukuman mati yang akan ia terima. Bahkan ia sempat berbicara dengan media massa di aula gedung Lapas wanita Sukun Malang, Jawa Timur terkait upaya hukumnya yang terakhir. 

Upaya itu berupa pengajuan surat kepada Presiden Yudhoyono untuk memohon amnesti. SEbelumnya Sumiarsih dan anaknya sudah mengajukan grasi sebanyak 2 kali namun permohonan tersebut ditolak. Sumiarsih mengaku dirinya telah pasrah jika permohonannya kembali ditolak, namun sebelum dieksekusi Sumiarsih berharap dapat bertemu dengan anaknya yang kini ditahan di Lapas Sidoarjo, Jawa Timur. 

Sumiarsih dan anaknya dijatuhi hukuman mati atas kasus pembunuhan berencana terhadap keluarga Letkol Marinir Purwanto. Kasus pembunuhan tersebut berlatarbelakang masalah hutang piutang. (Nurochman/Sup)

Addres Link : http://www.indosiar.com/news/fokus/74442_sumiarsih-ajukan-amnesti-ke-presiden
 
Agnes Davonar [ Kamis, 03 Juli 2008 ]  
Sumiarsih Jelang Eksekusi Mati Dirinya Bulan Ini  
   
Masih Semangat Latih Napi Bikin Selimut Kotak Tisu 
  
Sumiarsih, otak pembunuhan lima anggota keluarga Letkol Marinir Purwanto di Surabaya, 20 tahun lalu, pasrah menghadapi rencana eksekusi Kejagung bulan ini. Apa kegiatannya mengisi hari-hari terakhir di penjara? 
  
YOSI ARBIANTO, Malang 
  
Mengenakan seragam napi Lapas Wanita Malang warna biru tua, mata Sumiarsih tampak sayu. Demikian pula wajahnya yang dihiasi garis-garis keriput terlihat lelah. Namun, Mbah Sih, panggilan akrabnya di antara sesama napi, tetap ingin tampil ramah. Seperti biasa, senyumnya mengembang setiap menghadapi lawan bicara. 
 
"Saya habis bekerja di Bimpas (Bimbingan Pemasyarakatan). Bersama rekan-rekan membuat tempat tisu ini," kata Sumiarsih sambil menunjukkan beberapa hasil karyanya di ruang kantor Entin Martini, kepala Lapas Wanita Malang, yang berlokasi di kawasan Kebonsari, Sukun, itu. 
  
Sudah tiga bulan ini Sumiarsih aktif membimbing para wanita penghuni lapas membuat kerajinan dari bahan benang dan kain flanel. Dari keahlian itulah, nenek 59 tahun itu menularkan ilmunya membuat selimut tempat tisu, syal, dan segala pernik-pernik untuk ibadah. Sedangkan kain flanel untuk membuat kerajinan boneka. 
  
Dua pasang boneka berpakaian ala koboi lucu diperlihatkan Sumiarsih ke Entin Martini yang kemarin mendampingi. Kepala lapas berjilbab itu tampak bangga dengan hasil karya napi binaannya. "Tempat tisu ini saya buat sendiri. Dijual Rp 35 ribu. Banyak pesanan sekarang," kata wanita kelahiran Jombang itu. 
  
Entin mengaku membawa sebuah tempat tisu buatan Sumiarsih sebagai oleh-oleh saat tugas luar ke Kanwil Depkum HAM Jatim di Surabaya. Oleh Entin, cenderamata berbentuk mirip kucing itu diserahkan ke Kakanwil Depkum HAM Jatim Sjamsul Bachri. 

"Saya katakan ke Pak Kakanwil, ini buatan Mbah Sih asli," kata Entin yang kemarin mendampingi Sumiarsih. Mbah Sih pun tersenyum mendengarkan pengakuan Entin. 
  
Andai tak ada memori tentang peristiwa pembunuhan di Dukuh Kupang, Surabaya, pada 13 Agustus 1988, yang mengakibatkan Purwanto, Sunarsih (istri Purwanto), Haryo Bismoko (anak), Haryo Budi Prasetyo (anak), dan Sumaryatun (keponakan) tewas, Sumiarsih hingga kemarin adalah sosok wanita yang lembut. Tak ada sedikit pun kesan bahwa dia otak di balik pembunuhan berencana itu. 
  
Sambil merapikan bulu kotak tisu kucing yang dipegangnya, Sumiarsih bercerita bahwa dia masih rajin merawat kebun lapas tiap pagi. Pukul tujuh dia sudah keliling taman. Dia memeriksa hasil cangkokan tanaman yang dilakukan hari-hari sebelumnya. Termasuk melihat hasil stek tanaman kamboja Jepang yang kini memenuhi halaman dalam lapas kelas II ini. "Ya, kan banyak tanamannya. Saya potong kalau ada yang mati dan saya siram," katanya. 
  
Seperti nasib keluarga korban Purwanto (tinggal Haryo Abrianto, anak sulung Purwanto, yang lolos dari pembunuhan karena saat itu sekolah di Akabri), keluarga Mbah Sih juga berantakan. Sersan Dua (pol) Adi Saputro, menantu dan salah seorang aktor pembunuhan, meninggal dieksekusi pada 1992. Djais Adi Prayitno, suami yang juga dipidana mati, meninggal akibat sakit di Lapas Porong pada Juni 2001. Sedangkan Sugeng, anaknya (rencananya juga dieksekusi bulan ini), kini mendekam di Lapas Porong. 
  
Sebagai ibu dari anak yang kebetulan sama-sama terpidana mati, Sumiarsih secara naluri selalu ingin tahu kabar anaknya. Dia bisa mengontak Sugeng melalui telepon di wartel kompleks lapas. "Sekitar dua bulan lalu saya kontak dia. Tidak bisa sering-sering. Tidak ada biaya telepon," katanya. Sumiarsih mengaku lega karena Sugeng sehat-sehat saja. 
  
Meski tak ditanya, Sumiarsih sadar kedatangan wartawan ke lapas wanita sore itu untuk menanyakan seputar kabar eksekusi dan penolakan grasi oleh presiden. "Ya, saya sudah tahu," kata Mbah Sih lirih seraya tersenyum. 
  
(Penolakan grasi tercantum dalam Keppres 4/G Tahun 2008. Dasar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak grasi adalah surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 41/TU/II/2007/12/MA/2007 tanggal 8 Januari 2008. Selain itu, putusan bersalah dari PN Surabaya, Pengadilan Tinggi Jatim, dan MA. Juga dua kali penolakan PK (peninjauan kembali) yang dikeluarkan MA). 
  
Meski grasinya ditolak, Sumiarsih tidak mau menyerah begitu saja. Melalui pengacaranya, Sutedja Djajasusmita SH, dia menyatakan akan mengecek posisi penolakan grasi tersebut. Dia mempertanyakan grasi tahun berapa yang ditolak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebab, Mbah Sih, melalui anak perempuannya, Wati, memang sudah beberapa kali mengajukan grasi. "Saya masih ada upaya hukum lagi," kata wanita kelahiran Jombang, Jawa Timur, itu. 
  
Ditanya apa tidak takut menghadapi regu tembak, Sumiarsih awalnya hanya menghela napas. Mimik muka yang sebelumnya mencoba selalu tersenyum, berubah lebih serius. Tubuhnya yang sebelumnya bersandar di kursi tamu ruang Kalapas, dia majukan. 
  
"Semua orang antre (mati). Tinggal menunggu waktu. Sampeyan, saya, semua akan mati. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," katanya. 
  
Muka Sumiarsih terlihat tegang. Senyum yang tadi mengembang tidak tampak lagi. "Siapa tahu satu jam nanti ada yang mati. Kita semua tidak tahu," lanjutnya. 
  
Mbah Sih lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Kedua tangannya bersedekap. "Saya telah bersiap selama 20 tahun. Saya mestinya lebih berbahagia dibanding korban bencana atau pesawat jatuh. Hakim dan jaksa (yang menyidangkannya) malah sudah tiada lebih dulu," katanya. 
  
Sambil mengembangkan senyumnya lagi, Sumiarsih mengatakan bahwa Tuhan Yesus menebus dosa-dosa hambanya. Meski tidak diberi grasi dari manusia, dia tidak takut menghadapi kematian. "Salam Alkitab sudah ada itu," katanya. "Lebih baik mati untuk Tuhan. Saya sudah ikhlas," kata Mbah Sih dengan senyum lebar seperti sebelumnya. 
  
Ditanya soal keinginan saat ini, Mbah Sih mengaku tidak ingin apa-apa. Kalau toh dia harus meninggalkan dunia fana, dia berharap anaknya, Wati, dan cucunya (Mbah Sih tidak mau menyebutkan nama cucu tunggalnya) takut kepada Tuhan. "Anak-anak juga bisa menjadi berkah bagi orang lain," katanya. 
  
Jarum jam di ruang Kalapas menunjukkan pukul 15.35. Setelah menyalami wartawan, Sumiarsih diantar ke selnya oleh petugas KPLP (Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan). Kalapas melarang wartawan masuk ke gerbang ketiga. Dengan langkah-langkah kecil Sumiarsih terus berjalan. "Mbah Sih," sapa Kalapas. Sumiarsih pun menoleh sebentar. Senyumnya kembali mengembang lebar dan kemudian makin menjauh. 
08:42 PM | Permalink

Addres Link : http://lieagneshendra.blogs.friendster.com/my_blog/2008/07/kisah_hidup_ter.html






 Mami Rose dari Happy Home ke Sumber Rejeki

  LAGU dangdut Begadang nyanyian Rhoma Irama terdengar keras dari salon milik rumah bordir Happy Home. Aroma menyengat minuman keras dari berbagai merek, berbaur dengan kepulan asap rokok WTS (Wanita Tuna Susila) maupun pengunjung wisma Happy Home. Suasana akuarium tempat para WTS duduk berjajar menjajakkan diri – berukuran 3x5 meter makin menyesakkan dada. Bunyi lagu yang keras, asap rokok yang pekat bercampur dengan bau parfum mencolok yang dikenakan penjaja cinta. Sesekali tercium bau Fanbo, Brut dan merek-merek lainnya yang populer di era 75 an. Gelak tawa dan canda nakal dari para WTS kerap mewarnai wisma terkenal yang ada di gang Dolly, Surabaya.
  Seorang wanita cantik, berumur 27 tahun, lalu lalang mengontrol kamar demi kamar yang ada di dalam rumah bordir bercat pink itu. Mengenakan rok terusan warna merah, dengan bunga-bunga besar putih dan hitam. Belahan dadanya agak ke bawah, hingga terlihat jelas tonjolon buah dadanya. Bibirnya di pulas gincu merah menyala. Pipinya bersaput bluse on warna senada. Wanita bertubuh indah itu tak lain adalah Sumiarsih. Mucikari paling top Gang Dolly kala itu.
  Tingginya perputaran uang di HH menjadikan sejumlah “pengusaha” dadakan, ingin menggandeng Mami Rose untuk menjadi mitra bisnisnya. Satu diantaranya Letkol Mar Purwanto. Komandan Primkopal yang beralamat di jalan Dukuh Kupang Timur 17/24-26 Surabaya, rumah yang hanya beberapa meter dari gang Dolly. Semula Purwanto adalah tamu biasa wisma HH. Karena seringnya Purwanto datang, menjadikan mereka dekat antara satu dengan yang lainnya.
  Tidak hanya Purwanto yang kerap datang. Banyak lelaki dengan berbagai “seragam” yang datang ke Wismanya. Kehadiran pelanggan dari kalangan ABRI menjadi anugerah. Selain gengsi tersendiri, kehadiran para ABRI itu dijadikan “pengaman” rumah bordir miliknya. Untuk keperluannya itu, Mami Rose rela memberikan uang bulanan bagi aparat tersebut karena jasanya.

  Dengan semua ini dijadikan peluang bagi Purwanto, karena dengan adanya aparat yang ada di lokalisai tersebut. Membuat para pelanggan merasa aman dan nyaman. Kemudian Purwanto mengajak kerja-sama. Mami Rose menyetujui kerja-sama tersebut. Hanya dalam hitunggan minggu, wisma yang tidak jauh dari wisma HH diserahkan pengelolaannya ke Mami Rose. Usaha bordir patungan itu diberi nama Sumber Rejeki (SR). Jadilah Mami Rose germo di dua wisma sekaligus.

 
TEMPO
Kajari Surabaya: Sumiarsih dan Sugeng Segera Dieksekusi
16 Pebruari 2003 

TEMPO Interaktif, Jakarta:Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya Luhut Pakpahan memastikan segera mengeksekusi mati terpidana Nyonya Sumiarsih dan Sugeng secepatnya. Senin (17/2), dia akan menemui keduanya di Lembaga Pemasyarakatan Wanita dan Lowokwaru, Malang, untuk menyampaikan salinan penolakan grasi oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. 

“Pokoknya, secepatnya. Soal kepastian waktu dan tempat, semua kami rahasiakan,” ujar Luhut pada Tempo News Room di Surabaya, Minggu (16/2) siang. Kini, detak kehidupan Sumiarsih dan Sugeng tinggal menghitung waktu. Biasanya, setelah salinan itu diberikan eksekutor, terpidana mati akan ditempatkan di sel khusus. Sembari menunggu eksekusi, terpidana akan mendapat bimbingan dari rohaniwan. 

Undang-Undang Grasi 22/2002 mengatur, paling lambat 14 hari setelah keputusan presiden, kejaksaan selaku eksekutor harus menyampaikan pada terpidana. Dan, Senin ini mendekati batas terakhir penyampaian salinan itu setelah penolakan presiden pada 5 Februari. Mengapa salinan belum diterima Sumiarsih dan Sugeng? Pakpahan mengaku salinan itu belum menerima dari pengadilan. Selama ini hanya menerima faksimale dari Kejaksaan Agung. 

Sumiarsih dan Sugeng dipidana mati Pengadilan Negeri Surabaya pada 19 Januari 1989 karena terbukti melakukan pembunuhan berencana yang menewaskan Letkol Marinir Purwanto, istri, dua anak dan satu keponakan, Agustus 1988. Semua korban dihabisi secara sadis: kepala dihantam lalu mayat dibuang di jurang Songgoriti, Batu, Malang. 

Selain Sumiarsih, kasus itu juga diotaki suaminya, Djais Adi Prayitno – juga dipidana mati tetapi telah meninggal dunia karena sakit jantung di penjara Kalisosok Surabaya. Keduanya terbelit hutang pada Purwanto, yang sama-sama mengelola rumah bordil di kawasan Dolly, Surabaya. Sedang keterlibatan Sugeng karena menuruti permintaan dua orangtuanya itu. Begitu pula Sersan Dua (Pol) Adi Saputro, menantu Sumiarsih-Djais, yang lebih dulu dieksekusi mati setelah divonis Mahkamah Militer Surabaya. 

Setelah kasasi ditolak Mahkamah Agung, Djais, Sumiarsih dan Sugeng meminta grasi Presiden Soeharto tapi ditolak 28 Juni 1995. Ketiganya mengajukan PK alias Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, 28 Agustus 1995. Upaya ini gagal. Menyusul pergantian rezim, mereka meminta grasi Presiden Habibie dan Abdurrahman Wahid. Permintaan grasi pada Presiden Megawati adalah yang keempat. Empat belas tahun sudah mereka menjalani hukuman penjara sembari menunggu seluruh upaya hukum itu. 

Kini, pintu telah tertutup bagi Sumiarsih dan Sugeng. Terlebih lagi Undang-Undang Grasi 22/2002 hanya memberi kesempatan satu kali pada terpidana. Saat ini masih ada dua terpidana mati lain di Surabaya, yakni Nyonya Astini dan Sugik. Keduanya terbukti melakukan pembunuhan berencana, dilakukan sadis dan korban lebih dari satu orang. Pembunuhan itu juga berlatarbelakang utang. Astini menghantam kepala tiga korban, tubuh dicincang lalu dibuang. Sedang Sugik, remaja kuli batu, membunuh satu keluarga. Empat korban tewas dihantam kepalanya, kemudian ditanam di rumah. 

Tempo hari Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Heru Sutanto menyatakan telah membentuk dua tim penembak dari Brimob. Mereka telah berlatih untuk menunaikan tugas. “Kami sudah siap,” ujar Sutanto pada wartawan di Surabaya. 

Menurut Pakpahan, tiga hari sebelum eksekusi, kejaksaan wajib memberitahu keluarga terpidana. “Pemberitahuan tidak termasuk tempat dan jam pelaksanaan,” ujarnya. Dia berjanji akan menghindari kesalahan, termasuk keterlambatan pemberitahuan salinan penolakan grasi dari presiden. “Karena itu Senin kami ke Malang,” lanjutnya. 

Pelaksanaan teknis hukuman mati diatur Undang-Undang 2/PnPs/1964. Diantaranya menyebutkan, eksekusi harus dilakukan sampai terpidana sungguh mati. Batas waktu pelaksanaan yakni maksimal 30 hari sejak terpidana menerima salinan keputusan proses hukum terakhir. Bila terpidana hamil, hukuman dilaksanakan usai persalinan. Maksimal, 40 hari sejak melahirkan. 

Eksekusi dilakukan oleh kejaksaan yang menangani perkara itu sejak pengadilan tingkat pertama. Dan, permintaan terakhir dari terpidana mestilah dipenuhi eksekutor, kecuali yang bersifat menghalangi pelaksanaan hukuman. Undang-undang itu juga mengatur, regu tembak terdiri dari 12 orang: satu bintara, 10 tamtama dan seorang perwira selaku komandan. Sedang jarak tembak dibatasi antara 5-10 meter. Terpidana ditutupi kepala dengan kain hitam – tapi boleh menolak – dan mesti didampingi rohaniwan. 

Perwira itu memberi aba-aba dengan pedang. Ayunan ke atas sebagai perintah semua senapan diarahkan ke jantung. Dan, kibasan ke bawah adalah perintah menarik pelatuk. Serentak! Bila terpidana belum mati, tembakan berikut diarahkan ke kepala. Diantara regu tembak, tidak ada yang tahu senapan yang terisi peluru tajam dan hampa. Senjata tidak boleh organik, dan dilaksanakan oleh Brimob. 

Adi Sutarwijono – Tempo News Room

Addres Link : http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2003/02/16/brk,20030216-12,id.html
 
KORAN TEMPO ONLINE
Senin, 10 February 2003 


14 Tahun Menunggu Hukuman Mati

Celoteh narapidana yang bertemu keluarganya itu terdengar hingga ke lorong-lorong penjara. Kamis (6/2) itu seperti hari-hari lainnya Sumiarsih, 54 tahun, lebih suka berkawan dengan sepi di selnya yang sempit dan gelap di Blok 5 Kamar 8. Jemari satu-satunya terpidana mati di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Malang itu asyik merajut benang untuk dijadikan boneka. 

Tusukan jarum Sumiarsih terhenti, ketika seorang petugas jaga mengajaknya menemui Kepala LP, Hasnah. Di ruang Hasnah inilah, setelah 14 tahun menunggu, Sumiarsih pertama kali mendengar bahwa hari kematiannya telah ditentukan. "Sumiarsih sama sekali tidak terkejut saat saya beritahu bahwa grasinya ditolak. Ia tampak pasrah," kata Kepala LP, Hasnah, Jumat (7/2). 

Sekembali dari ruang kepala penjara itulah, Sumiarsih tampak termenung. Bonekanya yang setengah jadi dibiarkan diam di pojok sel. Wanita pembunuh keluarga Letkol Marinir Poerwanto itu membaca Alkitab dengan lirih. "Matanya berkaca-kaca. Sesekali matanya memandang ke langit-langit," kata Sri Swasti, Kasi Administrasi Keamanan dan Ketertiban. 

Kekhusyukan Sumiarsih terhenti ketika pintu selnya berderit karena seorang penjaga mengabarkan anaknya, Maywati Asturi, membesuknya. Dengan langkah gontai ia menemui anaknya di ruang besuk. Rambutnya tak sempat ia sisir. Matanya juga masih merah. 

Mereka langsung berpelukan ketika berjumpa. Belum sempat Wati berbicara, Sumiarsih dengan suara tergetar Ia menanyakan kabar ibunya, Mbah Genuk, dan cucunya, Elisabeth Dian Ayu Pitaloka, 7 tahun. "Perasaan kamu sendiri bagaimana Nduk? Kamu kan sudah dengar jika permohonan grasi saya ditolak. Sudah tak perlu dipikirkan, Semua orang pasti akan mati," kata Sumiarsih seperti ditirukan Sri Swasti. 

Pertemuan ibu dan anak pada Kamis itu terlihat agak tegang, tidak seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya yang selalu penuh canda. "Wati terus menangis, sedangkan ibunya malah tidak." 

Bagi Wati kabar itu adalah pukulan kedua setelah suaminya, Serda Pol Adi Prayitno, dihukum mati beberapa waktu lalu karena kasus yang sama. Sejak kehilangan suaminya, Wati memang sering menjenguk ibunya. Dalam seminggu, Wati bisa 3-4 kali datang ke LP. Dia juga sering membawaka makanan, meski ibunya sudah memasak sendiri. "Begitu seringnya, Wati tidak perlu meninggalkan identitas," kata Tutuk, petugas jaga. 

Di sela-sela tangisan Wati, Sumiarsih berpesan pada anaknya, "Teruskan mengikuti perintah Tuhan, karena saya sudah merasakan bagaimana saya dikasihani-Nya," ujar wanita yang di penjara Kebonsari, Malang, itu dikenal sebagai pemuka agama Kristen. 

Kepasrahan wanita yang lahir di Jombang, 22 September 1948 ini sebenarnya sudah tampak tiga bulan lalu. Menurut Sri Swasti, saat itu, Sumiarsih pernah mengatakan, "Andaikan jadi dihukum mati, saya yakin Tuhan Yesus pasti menyelamatkan saya. Saya yakin akan masuk surga. Hidup dan mati adalah kuasa Tuhan. Jadi tidak alasan bagi dirinya untuk takut menghadapi kematian." 

Menurut Sumiarsih, sejak menghuni penjara itu pada 1989, waktunya dihabiskan dengan membuat kerajinan tangan yang terbuat dari benang-benangan. Dari bahan tersebut, ia membuat mainan boneka dengan aneka model. Pihak Lapas, secara khusus membuatkan Sumiarsih sebuah ruang kerja berukuran 5x5 sekaligus sebagai ruang pamer karya-karyanya. "Baru-baru ini, saya mendapat pesanan 1.000 buah boneka teletubies," tuturnya. 

Selain membuat boneka, Sumiarsih sering membaca buku yang dibawakan oleh Wati. Pengarang favoritnya adalah Agatha Christie dan Remi Silado. Kegiatan lain yang dilakukannya adalah bercocok tanam. Berbagai tanaman sayuran, buah-buahan dan tanaman obat-obatan keluarga ditanam di bagian belakang penjara. "Saya juga sering membuatkan jamu untuk penghuni Lapas yang sakit. Ada jamu diabetes, tekanan darah tinggi. Banyak yang cocok," katanya. 

Malam hari, bersama tahanan lain, ia menonton TV. Acara yang paling disukai adalah sinetron Misteri Gunung Merapi, Nini Pelet, dan Ketoprak Humor. Usai nonton, ia selalu membaca Alkitab. "Saya banyak membaca Yeremia 29, ayat 11-14," ujarnya. "Saya selalu memohon agar grasi dikabulkan presiden. Hanya doa itu yang hanya bisa utarakan. Keinginan duniawi sudah tak saya pikirkan." 

Sumiarsih sempat berharap saat mengajukan grasi kepada pemerintahan B.J. Habibie sekitar tahun 1999 dan pemerintahan Abdurrahman Wahid. Namun, harapan itu memudar seiring tidak datangnya jawaban. Kini, harapan satu-satunya yang dia dambakan adalah bertemu dengan Sugeng, anaknya yang paling kecil yang juga dijatuhi vonis hukuman mati untuk kasus yang sama. "Sugeng tidak bersalah. Saya ingin makan ayam bakar pedas bersamanya." 

Sugeng kepada wartawan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Lowokwaru, Malang, Jumat (7/2), mengaku belum menerima surat resmi salinan penolakan grasi itu. Ia mengaku mendengar penolakan grasinya dan Ny, Sumiarsih dari media cetak. "Saya sudah mengajukan grasi tiga kali, satu kali ditolak semasa Soeharto kemudian diajukan lagi ke presiden Habibie dan Gus Dur, sampai saat ini belum ada jawaban," kata laki-laki yang lahir di Jombang 15 September 1964. 

Sugeng mengatakan bahwa ia sudah pasrah menerima hukuman apapun. Karena orang hidup suatu saat akan menemui kematian. Duda tanpa anak ini sebelumnya mendekam selama 12,5 tahun di Lapas Kalisosok Surabaya 1,5 tahun di Lapas Nusakambangan. 

Di penjara Lowokwaru, Sugeng menempati sel tahanan Blok 10 Kamar 3. Siang hari, selain olahraga dan bekerja di bengkel, ia menghabiskan waktu dengan memelihara bonsai. Malam hari, ia banyak mengikuti pengajian. 

Menjelang eksekusi mati, Sugeng meminta agar ia bisa ditemukan dengan ibunya, Sumiarsih. "Saya kangen dan saya ingin meminta maaf kepada ibu saya," ujarnya. 

Sumiarsih dan Sugeng melakukan pembunuhan terhadap keluarga Letkol Marinir Poerwanto, 13 Agustus 1988. Selain Letkol Marinir Purwanto, korban lain adalah Ny Sunarsih (isteri Purwanto), Haryo Bismoko (anak kedua), Haryo Budi Prasetyo (anak ketiga) dan Sumaryatun (keponakan Purwanto). Setelah terbunuh, para korban memasukkan ke mobil Taft warna hijau dan dibuang ke jurang Songgoriti Batu. Kematian para korban dikesankan sebagai akibat kecelakaan. 

Berdasarkan penyelidikan Polda Jatim, Sumiarsih adalah otak pembunuhan tersebut. Lima tersangka lain adalah Djais Adi Prayitno (suami Sumiarsih), Sugeng (anak Sumiarsih) Nano HP, Daim dan Serda Polisi Adi Saputro (menantu Sumiarsih, suami Wati). 

Adi Saputro telah ditetapkan dengan hukuman mati melalui pengadilan koneksitas Mahmil III-12 Surabaya, 9 November 1988 dan telah dieksekusi pada 30 November 1992. PN Surabaya menetapkan , 8 November 1988 Adi Prayitno, Sugeng dan Sumiarsih sebagai terpidana mati, 8 November 1988. 27 Juni 2001, Adi Prayitno yang ditahan di Lapas Porong Sidoarjo meningal di RSUD Sidoarjo karena penyakit jantung. 

Kini Sugeng dan Sumiarsih tinggal menghitung hari. Reuni anak dan ibu yang ditemani dengan ayam bakar pedas akan menjadi pengantar untuk menghadapi regu tembak. bibin bintariadi (malang)

Addres Link : http://www.korantempo.com/news/2003/2/10/Nasional/60.html
 
NICE INDONESIAN
Tinjauan Situs-Situs Malang Raya
Sumiarsih Memang Melegenda

21 Juli 2008 oleh indonesianic 


MASA kelam memang menjadi bagian kehidupan Sumiarsih, terpidana mati kasus pembunuhan. Selain menjadi mami di Wisma Happy, Gang Dolly Surabaya, dia juga pernah merasakan menjadi wanita panggilan untuk kalangan atas. Kini, di saat merasakan ajal menjemput, segala dosa yang pernah diperbuatnya dilebur dengan meminta ampunan terhadap Tuhannya. Berikut laporan tim Malang Post dari LP Medaeng.

Nama Sumiarsih ternyata memang sangat melegenda. Yang paling heboh, dia dan keluarga besarnya membunuh Purwanto sekeluarga karena masalah utang. Hingga dia akhirnya divonis hukuman mati bersama suaminya, Djais Adi Prayitno, Sugeng, anaknya dan Adi Saputro, menantunya. Namun, di balik itu, nama Sumiarsih ternyata tidak asing bagi penikmat seks kelas atas.

Di era tahun 70-an, Sumiarsih menjadi wanita panggilan untuk kalangan atas. Track record-nya di dunia esek-esek sangat tinggi. Bayangkan saja, ‘konsumen’ Sumiarsih tidak hanya dari Surabaya saja, melainkan dari Jakarta .

Tidak jarang, hanya dalam waktu seminggu, Bu Sih, nama panggilannya bisa pulang pergi Surabaya Jakarta. Di ibu kota ini, Sumiarsih diketahui suka melayani para pejabat pemerintah. Bahkan, para Jenderal TNI yang sudah pensiun atau aktif, pernah menikmati kemolekan tubuhnya.

Untuk kerahasiaan, Malang Post yang mendapat nama-nama Jenderal ini, hanya menyebut nama Jenderal BM, SDM dan beberapa anggota DPR RI seringkali membooking Sumiarsih.

Tarif untuk sekali kencan, bisa mencapai ratusan ribu rupiah (kala itu). Nominal tersebut, sangat sesuai dengan wajah dan kemolekan Sumiarsih. Saat mudanya, Sumiarsih memang sangat merawat tubuh dan wajahnya dengan berbagai ramuan.

Tidak heran, uang yang didapatnya dari melayani pria hidung belang ini, bisa dibelikan rumah ataupun peralatan rumah tangga. Baik itu di Jombang ataupun di Surabaya .

Saat masuk tahun 1980-an, Sumiarsih mulai merambah dunia mucikari untuk menambah keuangan. Meski begitu, dia terkadang masih melayani beberapa pelanggan setianya. Tidak lama, dia dan Prayit, suami yang dinikahinya ini, memilih untuk menjadi mucikari di Gang Dolly.

Keuangan keluarganya pun makin hebat. Dalam hal mengelola wisma pun, Sumiarsih memilih gadis-gadis yang berpenampilan seksi dan pintar melayani tamu.

“Itulah ibu. Jiwa raganya memang buat keluarga. Uang hasil menjadi mucikari gadis kelas atas juga demi keluarga. Kalau saya analisa, kasus yang menimpa saya (membunuh Purwanto dan keluarga), merupakan tanggung jawab ibu agar keluarganya tidak merana. Hanya saja, jalannya yang keliru,” kata Sugeng, anak Sumiarsih lewat seorang teman baiknya kepada Malang Post.

Tanggungjawab Sumiarsih kepada keluarga ataupun sesama teman-teman tahanan semasa di Lapas Wanita Kacuk Malang ternyata juga sangat membekas di hati pengagumnya di Malang .

Linda, salah seorang pengacara asal Malang yang datang ke Rutan Medaeng menceritakan, segala kebaikan-kebaikan Sumiarsih. “Padahal, terakhir ketemu, dia meminta saya membawakan rujak. Nah, kalau saya lihat sekarang di sekitar Medaeng ada orang jual rujak, rasanya mau menangis,” ujar istri pengacara Aristoteles ini.

Linda tidak datang sendirian. Dia bersama beberapa orang dari Malang yang mengaku ingin sekali ‘melayani’ Sumiarsih hingga meninggal di depan regu tembak. Sayangnya, kedatangan mereka untuk bertemu terpidana mati itu, ditolak dengan alasan Sumiarsih sudah diisolir. (*)
(harry santoso/malangpost)

Address Link : http://indonesianic.wordpress.com/2008/07/21/sumiarsih-memang-melegenda/
 
detikSurabaya
Sabtu, 19/07/2008 18:03 WIB
Mereka yang Ditembak Mati Sebelum Sumiarsih dan Sugeng
Imam Wahyudiyanta – detikSurabaya
PNPS/1964 tentang tata cara pelaksanaan pidana mati yang mengharuskan pelaksanaan dengan cara tembak sampai mati, sudah ada 28 terpidana mati yang menjalani eksekusi di Indonesia.

Dari jumlah itu, Jawa Timur sendiri telah mengeksekusi terpidana mati sebanyak 9 kali. Menariknya, terpidana mati pertama kali yakni Usen justru berasal dari Jawa Timur.

Sumiarsih (nama sesuai BAP, sedangkan nama menurut sang ibu: Sumiasih) dan Sugeng sendiri yang dieksekusi dini hari tadi merupakan terpidana mati ke-8 dan 9 yang dieksekusi di Jawa Timur. Sebelum itu Ny Astini, terpidana mati dalam kasus mutilasi telah dieksekusi pada tahun 2005 silam.

Sebenarnya, ancaman pidana mati awalnya bersumber pada Wetboek van Strafrecht (KUHP zaman Belanda) yang disahkan 1 Januari 1918 sebagai KUHP yang berlaku di Indonesia. Pemberlakuan KUHP tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 dan dikuatkan dengan UU No 1 tahun 1946 tentang pemberlakukan W v.S menjadi KUHP.

KUHP sendiri memuat dua pasal ancaman hukuman mati yaitu pasal 104 tentang kejahatan terhadap keamanan negara atau makar dan pasal 340 tentang pembunuhan berencana.

Pada tahun 1964 pemerintah menerbitkan UU No 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. Dalam UU itu disebutkan bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana hukuman mati dilakukan dengan cara ditembak hingga mati. Karena sebelumnya tidak pernah ada pengaturan mengenai bagaimana eksekusi harus dilakukan

Ketentuan pidana mati juga masih tercantum dalam sejumlah perundang-undangan yakni, UU No 22 tahun 1997 tentang Narkotika, UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

Berikut nama-nama terpidana mati yang telah diekseskusi mati dan nama daerah yang mengeksekusinya:

Banten
- TB Yusuf Mulyana alias Usep (2008)

Jawa Tengah
- Karta Cahyadi bin Yongki (1995)
- Samuel Iwuchukuwu Okoye (2008)
- Hansen Anthony Nwaliosa (2008)

Jawa Timur
- Usen (1978)
- Henky Tupawel (1980)
- Ignatius Kusni Kasdut (1980)
- Roestom alias Hasyim alias Mursyid alias Ahmad alias Istam (1985)
- Gatot Sutardjo alias Bedjo alias Sidik (1987)
- Adi Saputro (1992)
- Astini (2005)
- Sumiarsih (2008)
- Sugeng (2008)

Sulawesi
- Katjong Laranu (1995)
- Febianus Tibo (2006)
- Marinus Riwu (2006)
- Dominggus da Silva (2006)

Nusa Tenggara Timur
- Fredik Soru (2001)
- Gerson Pandie (2001)

Sumatera Utara
- Ayodhya Prasad Chaubey (2004)
- Namsong Sirilak (2004)
- Saelow Prasert (2004)
- Ahmad Suradji alias Datuk alias Nasib Kelewang alias Dukun AS (2008)

Kalimantan Tengah
- Ayub Bulubili (2007)

Jambi
- Turmudi bin Kasturi (2005)

Jakarta
- Chan Tien Chong (1995) alias Steven

Jawa Barat
- Liong Wie Tong alias Lazarus (1987)
- Tang Tiang Tjoen (1987)(fat/fat)

Addres Link : http://surabaya.detik.com/read/2008/07/19/180312/974497/466/mereka-yang-ditembak-mati-sebelum-sumiarsih-dan-sugeng
 
LIPUTAN6 SCTV
LIPUT14/07/2008 18:19 Kasus Pembunuhan
Sumiarsih Ajukan Penundaan Eksekusi 

Liputan6.com, Malang: Sumiarsih dan Sugeng, terpidana mati pembunuhan keluarga Letnan Kolonel Marinir Purwanto, mengajukan penundaan eksekusi ke Jaksa Agung Hendarman Supandji. Penundaan dilakukan untuk menempuh langkah hukum lanjutan. Demikian diungkapkan pengacara Sumiarsih, Sutedja Djajasasmita, di Malang, Jawa Timur, Senin (14/7).

Menurut Sutedja, pengajuan surat penundaan eksekusi ke Jaksa Agung dilakukan karena yakin jika penolakan grasi Presiden bukan didasarkan permohonan anak Sumiarsih, Wati, yang diajukan 2006.

Selain Sumiarsih dan Sugeng, ada dua pelaku lain dalam kasus pembunuhan keluarga Purwanto pada 1988. Dua terpidana mati itu adalah Sersan Dua Adi Seputro yang sudah dieksekusi mati dan Adi Prayitno, suami Sumiarsih, yang meninggal karena sakit. Saat ini Sumiarsih berada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kota Malang. Sementara Sugeng di LP Porong, Sidoarjo. [baca: Jelang Eksekusi, Sumiarsih Lebih Banyak Berdoa].(TOZ/Noor Ramadhan dan Eko Saktia)AN6 SCTV

Address Link : http://www.liputan6.com/news/?id=162297&c_id=2
 
BBCIndonesia
Sumiarsih dan Sugeng dieksekusi 
 
Sumiarsih dan Sugeng, terpidana mati kasus pembunuhan perwira marinir dan keluarganya pada tahun 1988, sudah dieksekusi di Surabaya tepat pukul 00.16, Sabtu dinihari.

Keseluruhan proses eksekusi, mulai dari kedua terpidana dibawa keluar dari rutan Medaeng sampai mayat mereka dibawa ke rumah sakit umum Dr. Soetomo, Surabaya, untuk diotopsi, berlangsung dalam waktu satu jam. 

Sumiarsih, 60 tahun, dan putranya Sugeng yang berusia 44 tahun adalah 2 di antara komplotan yang dinyatakan bersalah membunuh perwira menengah marinir, Letnan Kolonel Purwanto, bersama isterinya, Sunarsih, dan Haryo Bismoko serta Haryo Budi Prasetyo --masing-masih anak ke-2 dan ke-3. 

Anak pertama keluarga Purwanto, yaitu Haryo Abriyanto, selamat dari pembunuhan itu. 

Anak tertua keluarga marinir itu sedang tidak berada di rumahnya yang terletak di Dukuh Kupang Timur pada waktu peristiwa terjadi pada tanggal 13 Agutus 1988. 

Selain Sumiarsih dan Sugeng, anggota komplotan pembunuhan ini adalah personel kepolisian Serda Adi Saputra yang dieksekusi mati pada tahun 1992. 

Sedangkan Daim dan Nano masing-masing dihukum 12 tahun dan 8 tahun penjara.

Pelaku lainnya adalah Djais Adi Prajitno yang meninggal dunia pada bulan Juni 2001 karena sakit.

Address Link : http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2008/07/080718_sumiarsihexecutedau.shtml
 
ANTARA NEWS
04/07/08 08:30
Terpidana Mati Sumiarsih Diperlakukan Khusus Di Lapas


Malang, (ANTARA News) - Terpidana mati, Sumiarsih (59) yang kini menjalani hari-hari terakhirnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita Kelas II Sukun Malang mulai mendapatkan perhatian dan perlakuan khusus dilingkungan Lapas setempat.

"Kami memang diperintahkan untuk memberikan perhatian dan pemantauan ekstra, karena dikhawatirkan Bu Sumiarsih mengalami shock, stres bahkan bunuh diri," kata Kalapas Kelas II Sukun, Entin Martini BcIP di Malang, Jumat.

Selain pemantauan terhadap kondisi jiwa, katanya, pihaknya juga memperhatikan kesehatannya secara ekstra pula, namun sampai sejauh ini nenek satu cucu itu sehat-sehat saja dan tetap menjalani aktivitasnya membuat kerajinan maupun kegiatan kerohaniannya.

Ia mengatakan, untuk aktivitas yang berhubungan dengan kerohanian, pihaknya juga telah memindahkan Sumiarsih ke Blok 5 kamar 8 bersama terpida lain yang satu kepercayaan (agama).

Sebelumnya Sumiarsih menyatakan, dirinya tidak ingin meninggal dengan cara dieksekusi (ditembak), tetapi meninggal secara wajar seperti keluarganya yang lain termasuk suaminya, Djais Adi Prayitno yang meninggal karena sakit, meski juga dipenjara.

Keinginan meninggal secara wajar di Lapas tersebut juga akan disampaikan secara resmi oleh pengacara Sumiarsih, Sutedja Djajasusmita, SH ke Depkum HAM.

Sumiarsih bersama putranya Sugeng yang juga terpidana mati telah menjalani hukuman selama 20 tahun sejak divonis Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, karena telah terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap satu keluarga di Jln.Dukuh Kupang Timur 24 Surabaya tahun 1988.

Selain Sumiarsih, yang divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan tersebut adalah Serda (Pol) Adi Saputro (menantu) yang sudah dieksekusi, Djais Adi Prayitno (suami) yang meninggal tahun 2001 karena sakit dan Sugeng (anak pertama).

Korban pembunuhan tersebut adalah Letkol (Mar) Purwanto, Ny. Sumiarsih (istri Purwanto), Haryo Bismoko (anak), Haryo Budi Prasetyo (anak) dan Sumaryatun (keponakan Purwanto) dan mayat kelima korban itu dibuang ke jurang di kawasan Songgoriti-Batu. (*)

COPYRIGHT © 2008

Address Link : http://www.antara.co.id/arc/2008/7/4/terpidana-mati-sumiarsih-diperlakukan-khusus-di-lapas/
 
detikNews
Rabu, 16/07/2008 00:03 WIB
Sugeng dan Sumiarsih Dipindahkan ke Rutan Medaeng
Rois Jajeli - detikNews

 
Sidoarjo - Dua terpidana mati Sugeng dan Sumiarsih sudah dipindahkan ke rumah tahanan Medaeng, Waru, Sidoarjo. Meski berada di satu tempat, anak dan ibu itu belum dipertemukan.

"Sekarang keduanya di selnya masing-masing," kata Asisten Intelijen Kejati Jawa Timue AS Darmawan saat dicegat wartawan di depan Rutan Medaeng, Selasa (15/7/2008).

Pantauan detikcom, kedua terpidana mati itu tiba di rutan tidak bersamaan. Sugeng, sang anak, tiba lebih dulu sekitar pukul 21.00 WIB. Sementara Sumiarsih, tiba sekitar pukul 22.20 WIB.

Darmawan mengatakan, hingga saat ini, waktu eksekusi keduanya masih dirahasiakan. "Tidak tahu, pokoknya dalam waktu dekat," katanya.(ken/ken)

Address Link : http://www.detiknews.com/read/2008/07/16/000337/972469/10/sugeng-dan-sumiarsih-dipindahkan-ke-rutan-madaeng
 
okeZone.com NEWS
Sebentar Lagi, Sumiarsih Dieksekusi 
Senin, 14 Juli 2008 - 10:05 wib
Yuni Herlina Sinambela – Okezone
JAKARTA - Terpidana mati Sumiarsih dan Sugeng, dalam waktu dekat dipastikan segera dieksekusi oleh regu tembak. Hingga saat ini masih dilakukan persiapan-persiapan terkait eksekusi keduanya.

Jaksa Agung Muda Pidana dan Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga memastikan, dalam waktu yang tidak lama lagi, eksekusi kedua terpidana mati kasus pembunuhan keluarga Letkol Marinir Purwanto itu segera dilakukan.

"Jaksa Ariana sudah datang melapor ke Kejagung dan melakukan persiapan-persiapan intensif. Dalam waktu dekat eksekusi akan segera dilakukan," ujar Jampidum usai penyerahan piala juara lomba Adhyaksa Bhakti di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/7/2008). 

Meski pihak Kejagung tidak menyebutkan kapan waktu eksekusi, namun seperti diketahui sebelumnya, Polda Jatim sudah menyatakan siap jika sewaktu-waktu diperlukan untuk melakukan eksekusi kedua terpidana mati itu. Brimob Polda Jatim bahkan telah menyiapkan satu regu tembak yang beranggotakan dua belas personel
(ded)

Address Link : http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/07/14/1/127342/sebentar-lagi-sumiarsih-dieksekusi


Aparat Desa Siapkan Makam Sumiarsih
Kamis, 17 Juli 2008 - 17:41 wib
JOMBANG - Kendati belum ada kepastian tentang lokasi pemakaman Sumiarsih dan Sugeng, namun aparat Kelurahan Kepanjen Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang sudah menyiapkan lokasi pemakaman kedua terpidana mati itu. Bahkan beberapa alternatif lokasi sudah disiapkan.

Kepala Urusan Kesejahteraan Masyarakat (Kaur Kesra) Kelurahan Kepanjen, Zanul Arifin mengaku, pihaknya telah menyiapkan dua lokasi pemakaman Sumiarsih dan Sugeng. Jika kedua warganya tersebut memilih untuk dikebumikan di desa tempatnya dibesarkan. 

Dia menyebut, ada dua lokasi di Pemakaman Dusun Wersah Kelurahan Kepanjen yang sudah disiapkan untuk menjadi peristirahatan terakhir keduanya. 

"Lokasi pertama berada di sebelah timur. Disini, jenazah Sumiarsih dan Sugeng bisa dikebumikan bersandingan. Sedangkan lokasi lain, berada di tengah dan agak ke selatan,'' kata Zainul sambil menunjukkan lokasi makan yang sudah diberi garis, Kamis (17/7/2008). 

Alternatif kedua, sambungnya, lokasi pemakaman keduanya dipisah namun tetap dalam satu areal. Alternatif ini kata Zainul, jika pihak keluarga menginginkan jenazah Sumiarsih dan Sugeng disandingkan dengan makam dua anggota keluarga lainnya. 

Dia juga mengaku sudah menata lokasi pemakaman jika ada kemungkinan pihak keluarga meminta jenazah sekeluarga itu berdampingan. "Ada makam adik Sumiarsih, namanya Suparno. Makam ayah Sumiarsih, Kasan Rejo juga disini," terangnya.

Namun, lanjutnya, minimnya ruang di sebelah makam Suparno dan Kasan Rejo itu, membuat makam Sumiarsih dan Sugeng nantinya tak bisa berdampingan. "Sumiarsih berdekatan dengan ayahnya, sementara Sugeng dengan Suparno," katanya. (Tritus Julan/Sindo/ded)

Address Link : http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/07/17/1/128616

RS Dr Soetomo Tak Bersiap "Sambut" Sumiarsih
Rabu, 16 Juli 2008 - 12:34 wib
Amir Tejo – Okezone
SURABAYA - Jelang eksekusi mati Sumiarsih dan Sugeng, tidak tampak persiapan khusus di Instalasi Kedokteran Forensik (IKF) RS Dr Soetomo Surabaya. 

Berdasarkan pantauan okezone, Rabu (16/7/2008), di ruang jenazah pihak rumah sakit menempatkan satu buah peti mati. Namun saat dikonfirmasi, pihak rumah sakit membantah jika peti mati itu dipersiapkan untuk eksekusi mati Sumiarsih. 

"Tidak ada persiapan khusus Mas. Peti mati bukan untuk Sumiarsih," kata Abumanyu petugas kamar mayat.

Meski tak melakukan persiapan khusus, nampaknya kabar eksekusi dua terpidana mati dalam kasus pembunuhan Letkol Marinir Purwanto beserta empat anggota keluarganya di Jalan Dukuh Kupang Timur, Surabaya, pada 23 Agustus 1988 itu telah menjadi perbincangan hangat pegawai RS Dr Soetomo itu. 

Sebelumnya Jaksa Agung Mudan Tindak Pidana Umum, Abdul Hakim Ritonga Eksekusi hukuman mati bagi Sumiarsih dan Sugeng diperkirakan akan dilakukan pada bulan Juli 2008.Namun sampai saat ini belum diketahui pasti tanggal pelaksanaannya. 

(fit)

Addres Link : http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/07/16/1/128092/rs-dr-soetomo-tak-bersiap-sambut-sumiarsih

 
BLOG ORANG KAMPUNG
20 July 2008
Selamat jalan Ibu Sumiarsih 
Ibu Sumiarsih [60 tahun] bersama anaknya, Sugeng [44 tahun], sudah dieksekusi mati di Surabaya, Sabtu dinihari 19 Juli 2007. Sudah macam-macam upaya yang dilakukan untuk mengubah hukuman mati, tapi gagal. Tinggal 20 tahun di dalam penjara, bertobat, berkelakuan baik, rajin ibadat, sekali-kali tak akan pernah membatalkan hukuman mati.

Ini Indonesia, Bung! Negara yang punya pasal hak asasi manusia di konstitusi, tapi kokoh mempertahankan pidana mati. Maka, Sumiarsih, Sugeng, dan nama-nama lain pun harus meregang nyawa di depan regu tembak. 

Mata ganti mata! Gigi ganti gigi! Nyawa ganti nyawa! 

Saya terenyuh ketika Bu Sumiarsih dan Sugeng dipertemukan di Rutan Medaeng, Sidoarjo. Sebelumnya Bu Sumiarsih tinggal di Penjara Malang, Sugeng di Penjara Porong, Sidoarjo. Ini isyarat kuat bahwa hari-hari eksekusi segera menjelang. Hampir 20 tahun mereka tak bertemu. Sugeng menggenggam tangan Bu Sumiarsih erat-erat. Begitu pula sebaliknya. Keduanya seakan tak ingin berpisah.

Mari bersiap, mari berdoa! Moga-moga Tuhan kasih tempat terbaik, bertemu di dunia yang lain! Saya tidak tahu apa saja yang dibicarakan Bu Sumiarsih bersama anaknya, Sugeng. Sulit dibayangkan, bertemu sejenak, diawasi tim jaksa dan penjaga penjara, untuk kemudian bersiap di depan regu tembak dua hari kemudian. Ajal memang niscaya. Tapi siapa gerangan yang tak gentar ketika hari-hari hidupnya sudah ditentukan? 

Sejumlah jemaat gereja dan rohaniwan menemui Bu Sumiarsih. Berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya selama 20 tahun, para jemaat tak banyak bicara. Mau omong apa? Hanya rasa yang bicara. Dalam hitungan jam Bu Sumiarsih alias Mbah Sih harus ditembak mati. Harus menebus dosanya gara-gara peristiwa hitam di Dukuh Kupang Barat 13 Agustus 1988. 

Oh Tuhan, inikah ajal yang telah Tuhan tentukan? Ataukah, ajal manusia ditentukan jaksa eksekutor? Tiba-tiba Bu Sumiarsih angkat bicara: "Mengapa kalian sedih? Saya tidak sedih kok. Bukankah saya sudah bersama Tuhan Yesus? Kita, orang beriman, tidak boleh takut menghadapi situasi macam apa pun."

Ah, Bu Sumiarsih, kata-katamu seperti dikutip berbagai media di Surabaya sungguh tak pernah saya bayangkan. Ini hanya bisa keluar dari mulut insan yang penuh iman, tawakal, dekat dengan Tuhan. Hidup di penjara selama 20 tahun tampaknya telah menempa Bu Sumiarsih sebagai pengikut Yesus Kristus yang teguh. 

"Kami sangat terharu mendengar kata-kata Bu Sumiarsih. Ternyata, bukan kami yang menguatkan Bu Sumiarsih, tetapi justru beliau yang menguatkan kami," berkata beberapa jemaat yang sempat menemui Bu Sumiarsih pada saat-saat terakhir.

Jumat, 18 Juli 2008.

Tengah malam, sekitar pukul 22:00 WIB, Bu Sumiarsih dan Mas Sugeng dibawa keluar dari Rutan Medaeng. Berputar-putar selama satu jam, lalu mampir di lapangan terbuka. Tidak penting di lapangan Mapolda Jatim, lahan di Osowilangun, atau di mana. 

Toh, di mana saja acara penembakan dua anak manusia, pada saat bersamaan, harus dilakukan. "Demi hukum. Demi undang-undang. Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa," begitu kira-kira prinsip aparat penegak hukum.

Saya tidak tahu apa yang dikatakan Bu Sumiarsih kepada Tuhan pada detik-detik terakhir. Pula dengan Mas Sugeng. Tapi, mengutip pengacaranya, Pak Tedja Sasmita, Bu Sumiarsih terlihat tenang. Pasrah. "Oh Tuhan, ke dalam tanganmu kuserahkan nyawaku! Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama-Mu!" 

Saya membayangkan Bu Sumiarsih menghadapi regu tembak [12 anggota Brimbo Jatim] dengan senyum. Selesai sudah! Umur manusia ternyata begitu pendek. Tak sampai satu menit, begitu perluru bersarang di tubuh fana, roh Bu Sumiarsih pun lepas dari badan. Pula dengan Sugeng. Ibu dan anak ini pun bertemu Sang Khalik! 

Di TPU Samaan Malang, sebelum peti jenazah diturunkan, Pendeta Lanny Liem--pembimbing Bu Sumiarsih di penjara selama 20 tahun--menyampaikan kata-kata bijak Bu Sumiarsih kepada sidang jemaat. Lanny berbicara dalam nada yang tegas, layaknya pendeta-pendeta Pentakosta. Berikut kata-kata Bu Sumiarsih: 

"Akhir hidup saya ini sudah ditentukan 
hari, tanggal dan waktunya 
Kepulangan saya bukan sebagai orang jahat, 
melainkan sudah takdir dari Tuhan. 

Kepada jemaat yang mengikuti pemakaman: 
Hidup itu sementara, 
kita pasti menghadap Bapa di Surga
Untuk itu, kita harus persiapkan keimanan kita 
dan berusaha menebus dosa-dosa 
yang pernah kita dilakukan di dunia ini."

Selamat jalan Bu Sumiarsih! Selamat jalan Bu Sumiarsih!

Mengutip kata-kata Rasul Paulus:

“Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, 
aku telah mencapai garis akhir 
dan aku telah memelihara iman."

Addres Link : http://hurek.blogspot.com/2008/07/selamat-jalan-ibu-sumiarsih.html
 
KOMPAS
Sumiarsih: Maafkan Ibu, Anakku...
Kamis, 17 Juli 2008 | 07:27 WIB

SURABAYA, KAMIS - Suasana haru menyelimuti pertemuan ibu dan anak, Sumiarsih dan Sugeng, sesaat setelah keduanya dipindah ke Rumah Tahanan (Rutan) Medaeng, Sidoarjo, Rabu (16/7) dini hari.

Kedua terpidana mati kasus pembunuhan berencana ini berpelukan penuh haru dan saling menguatkan menjelang pelaksanaan hukuman tembak yang diperkirakan tinggal dalam hitungan jam.

Tiba di Rutan Medaeng, Selasa tengah malam, Sugeng (44) dan Sumiarsih (60) menjalani pemeriksaan kesehatan. Sugeng lantas dibawa ke kamarnya di Blok D1 yang berukuran 4 meter x 4 meter untuk beristirahat. Sementara itu, Sumiarsih ditempatkan di sel khusus di Blok W. Sel khusus berukuran 1,5 meter x 3 meter ini bersebelahan dengan sel khusus yang pernah dihuni N Astini sesaat sebelum dia dieksekusi tahun 2005 lalu.

Di dalam Blok W yang dikhususkan untuk perempuan ini sengaja disiapkan dua sel khusus untuk satu orang dengan kasus tertentu. Kondisi letih yang dirasakan Sumiarsih usai perjalanan dari LP Wanita Sukun (Malang) ke Medaeng membuat ibu tiga anak ini langsung beristirahat.

Kurang dari sejam, Sumiarsih sudah terlelap di kasur lipat yang ada di sel tersebut.

Sekitar pukul 03.00 WIB, Sumiarsih dibangunkan oleh petugas dan diajak ke ruang Registrasi Rutan Medaeng. Di sana, perempuan kelahiran Jombang, 22 September 1948, ini dipertemukan dengan anak bungsunya, Sugeng, yang sudah dirindukannya.

Meski cukup sering berkomunikasi melalui telepon, pertemuan terakhir antara Sumiarsih dan Sugeng terjadi 2 tahun lalu.

Sumiarsih tak mampu menyembunyikan keharuannya saat bertatap muka dengan buah hatinya itu. Janda Djais Adi Prayitno ini langsung meminta maaf kepada Sugeng. “Dia (Sumiarsih) meminta maaf kepada Sugeng karena telah melibatkannya dalam pembunuhan itu. Dia merasa Sugeng hanya ikut saja. Berulang kali Sumiarsih mengucapkan kata permintaan minta maaf pada Sugeng,” ungkap salah seorang petugas yang saat itu berada di sana.

Melihat ibunya mengiba, Sugeng langsung merangkulnya dan menepuk-nepuk pundaknya. Mata keduanya berkaca-kaca seolah menyembunyikan perasaan rindu yang mendalam. Setelah berangkulan, keduanya saling memberikan semangat. “Mereka saling menguatkan,” imbuh sumber ini.

Saat hampir mendekati subuh, keduanya kembali ke sel masing-masing dan beristirahat. Rutan Medaeng sengaja menempatkan dua petugas untuk menjaga mereka di sel dan bloknya.

Keesokan harinya sekitar pukul 10.00, Sumiarsih menerima kunjungan dua pendamping rohani, yakni Pendeta Andreas Nurmandala dan Jonathan Gie. Kemudian Andreas mengurus proses izin kunjungan keluarga Sumiarsih.

Maywati, anak Sumiarsih, bermaksud bertemu dengan ibunya. Dia ditemani Felicia (kekasih Sugeng), Mbok Genuk (ibu kandung Sumiarsih), para kerabat yang lain, serta relawan dan rohaniwan dari sejumlah yayasan gereja. Ikut pula mendampingi Muhammad Sholeh SH, pengacara dan mantan rekan satu sel Sugeng di LP Kalisosok Surabaya beberapa tahun lalu.

Namun, karena pihak Rutan Medaeng mewajibkan mereka membawa surat izin dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, pertemuan itu tertunda beberapa saat.

Sugeng, pagi kemarin, menerima kunjungan dari tahanan pendamping (tamping) Takmir Masjid Medaeng. “Dia memang meminta didoakan teman-teman sesama tahanan,” kata sumber Surya.

Sekitar pukul 09.30, Sugeng dikunjungi pendamping rohaninya, Ustadz Nur Waliyin. Sugeng melakukan shalat dhuha berjamaah. Pertemuan tersebut berlangsung hingga pukul 11.15.

"Awalnya saya meminta dia yang mengimami saya, tapi dia menolak. Katanya, saya saja. Ya akhirnya kami shalat berjamaah di dalam sel,” kata Ustadz Nur Waliyin saat dikonfirmasi Surya seusai pertemuan, Rabu (16/7).

 Beri Wejangan

Pada sore hari, rombongan keluarga dan rekan Sumiarsih dan Sugeng akhirnya bisa bertemu. Pengacara Sumiarsih, Soetedja Djajasasmita, kemudian masuk. Sekitar 15 orang menemui Sumiarsih dan Sugeng sore itu. “Pertama kali rombongan menemui Sugeng di ruangan khusus yang memang sudah disediakan,” ujar Soetedja sesaat setelah keluar dari rutan.

Pengacara bertubuh tinggi itu menggambarkan, dalam pertemuan itu Sugeng tegar menerima kunjungan keluarga dan kerabatnya. “Meski tegang, dia biasa saja, justru keluarganya yang menangis,” tambahnya.

Setelah melepas kangen dan bercengkerama sekitar 20 menit, rombongan terpecah menjadi dua. Satu rombongan menuju ruangan lain yang disiapkan untuk menemui Sumiarsih dan sebagian lagi tetap berbincang dengan Sugeng.

Suasana mengharukan terjadi ketika rombongan bertemu Sumiarsih. Bukannya menjadi orang yang mendapat penguatan dari keluarga dan kerabat yang mengunjunginya, Sumiarsih justru memberi wejangan dan penguatan pada rombongan yang menemuinya itu.

“Ya namanya keluarga seperti apa, mereka berpelukan menangis, seperti itulah tapi Sumiarsih justru tegar dan melarang menangis,” ujar Soetedja.

Hal senada juga disampaikan Ibu Hendrini yang ikut dalam rombongan. Dengan mata berkaca-kaca, wanita setengah baya yang mengaku ketua sebuah yayasan di Jalan Simpang Darmo Permai Selatan itu terharu melihat ketegaran Sumiarsih. “Saya menangis saat ketemu, tapi dia justru mengingatkan dan berkata keras, ‘Jangan menangis! Suatu kali kelak kita akan bertemu di surga’,” ujarnya. 

Sumiarsih juga mengingatkan keluarga dan rekan-rekannya agar senantiasa mendekat pada Tuhan. “Buat apa susah, saya sudah lama menderita,” kata Hendrini lagi, menirukan ucapan Sumiarsih.

Tidak banyak keterangan yang diberikan pihak keluarga Sumiarsih saat meninggalkan rutan. Adik-adik Sumiarsih dan ibunya memilih diam ketika keluar dari pintu depan rutan pada pukul 18.30 WIB. Mereka langsung masuk ke dalam mobil Toyota bernopol S 981 W yang sudah terisi beberapa orang. Wati, yang didampingi rekannya dan pendeta Andreas, yang keluar terakhir menyatakan bahwa ibunya merupakan seorang ibu yang tegar. “Imannya begitu luar biasa, saya salut dia justru memberi kekuatan,” pujinya.

Sejak adanya kedua terpidana mati ini, Rutan Kelas I Surabaya ini dijaga ketat petugas kepolisian. Akses masuk ke Blok W dan Blok D juga dijaga ketat petugas. 

Rutan Medaeng memberlakukan proteksi ekstra kepada pers. Bahkan, sebuah pohon yang menjulang tepat di pintu masuk samping Rutan Medaeng sengaja dilingkari kawat berduri. Tujuannya agar tidak dipanjat oleh wartawan, khususnya juru kamera yang biasanya membutuhkan tempat lebih tinggi untuk memotret atau mengambil gambar. “Maklum tahun lalu ada wartawan yang nekat naik pohon saat akan eksekusi,” kata salah seorang sipir Medaeng. 

Sementara untuk urusan makan dan minum Sumiarsih dan Sugeng ditangani langsung oleh Kepala Seksi Pelayanan Tahanan Rutan Medaeng, Bambang Hariyanto. Namun saat dimintai konfirmasinya, Bambang menolak memberikan komentar. “Maaf, untuk masalah ini saya tidak bisa berkomentar,” elaknya. 

Hingga kemarin, belum bisa dipastikan hari dan jam eksekusi kedua terpidana. Diperkirakan, eksekusi akan dilaksanakan malam ini atau besok malam. (k1/rey/ame/rie/tja)


Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network

Addres Link : http://www.kompas.com/read/xml/2008/07/17/07275514/sumiarsih.maafkan.ibu.anakku...
 
INDOSIAR NEWS
FOKUS
Jelang Eksekusi
Sumiarsih Ajukan Amnesti ke Presiden
indosiar.com, Malang - Sumiarsih terpidana kasus pembunuhan berencana mengaku pasrah akan ajal yang akan menjemputnya. Namun ia masih berharap ada ampunan dan belas kasihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan amnesti. 

Usai mengikuti kebaktian, Sumiarsih, terpidana mati kasus pembunuhan berencana tampak pasrah menghadapi hukuman mati yang akan ia terima. Bahkan ia sempat berbicara dengan media massa di aula gedung Lapas wanita Sukun Malang, Jawa Timur terkait upaya hukumnya yang terakhir. 

Upaya itu berupa pengajuan surat kepada Presiden Yudhoyono untuk memohon amnesti. SEbelumnya Sumiarsih dan anaknya sudah mengajukan grasi sebanyak 2 kali namun permohonan tersebut ditolak. Sumiarsih mengaku dirinya telah pasrah jika permohonannya kembali ditolak, namun sebelum dieksekusi Sumiarsih berharap dapat bertemu dengan anaknya yang kini ditahan di Lapas Sidoarjo, Jawa Timur. 

Sumiarsih dan anaknya dijatuhi hukuman mati atas kasus pembunuhan berencana terhadap keluarga Letkol Marinir Purwanto. Kasus pembunuhan tersebut berlatarbelakang masalah hutang piutang. (Nurochman/Sup)

Addres Link : http://www.indosiar.com/news/fokus/74442_sumiarsih-ajukan-amnesti-ke-presiden
 
Agnes Davonar [ Kamis, 03 Juli 2008 ]  
Sumiarsih Jelang Eksekusi Mati Dirinya Bulan Ini  
   
Masih Semangat Latih Napi Bikin Selimut Kotak Tisu 
  
Sumiarsih, otak pembunuhan lima anggota keluarga Letkol Marinir Purwanto di Surabaya, 20 tahun lalu, pasrah menghadapi rencana eksekusi Kejagung bulan ini. Apa kegiatannya mengisi hari-hari terakhir di penjara? 
  
YOSI ARBIANTO, Malang 
  
Mengenakan seragam napi Lapas Wanita Malang warna biru tua, mata Sumiarsih tampak sayu. Demikian pula wajahnya yang dihiasi garis-garis keriput terlihat lelah. Namun, Mbah Sih, panggilan akrabnya di antara sesama napi, tetap ingin tampil ramah. Seperti biasa, senyumnya mengembang setiap menghadapi lawan bicara. 
 
"Saya habis bekerja di Bimpas (Bimbingan Pemasyarakatan). Bersama rekan-rekan membuat tempat tisu ini," kata Sumiarsih sambil menunjukkan beberapa hasil karyanya di ruang kantor Entin Martini, kepala Lapas Wanita Malang, yang berlokasi di kawasan Kebonsari, Sukun, itu. 
  
Sudah tiga bulan ini Sumiarsih aktif membimbing para wanita penghuni lapas membuat kerajinan dari bahan benang dan kain flanel. Dari keahlian itulah, nenek 59 tahun itu menularkan ilmunya membuat selimut tempat tisu, syal, dan segala pernik-pernik untuk ibadah. Sedangkan kain flanel untuk membuat kerajinan boneka. 
  
Dua pasang boneka berpakaian ala koboi lucu diperlihatkan Sumiarsih ke Entin Martini yang kemarin mendampingi. Kepala lapas berjilbab itu tampak bangga dengan hasil karya napi binaannya. "Tempat tisu ini saya buat sendiri. Dijual Rp 35 ribu. Banyak pesanan sekarang," kata wanita kelahiran Jombang itu. 
  
Entin mengaku membawa sebuah tempat tisu buatan Sumiarsih sebagai oleh-oleh saat tugas luar ke Kanwil Depkum HAM Jatim di Surabaya. Oleh Entin, cenderamata berbentuk mirip kucing itu diserahkan ke Kakanwil Depkum HAM Jatim Sjamsul Bachri. 

"Saya katakan ke Pak Kakanwil, ini buatan Mbah Sih asli," kata Entin yang kemarin mendampingi Sumiarsih. Mbah Sih pun tersenyum mendengarkan pengakuan Entin. 
  
Andai tak ada memori tentang peristiwa pembunuhan di Dukuh Kupang, Surabaya, pada 13 Agustus 1988, yang mengakibatkan Purwanto, Sunarsih (istri Purwanto), Haryo Bismoko (anak), Haryo Budi Prasetyo (anak), dan Sumaryatun (keponakan) tewas, Sumiarsih hingga kemarin adalah sosok wanita yang lembut. Tak ada sedikit pun kesan bahwa dia otak di balik pembunuhan berencana itu. 
  
Sambil merapikan bulu kotak tisu kucing yang dipegangnya, Sumiarsih bercerita bahwa dia masih rajin merawat kebun lapas tiap pagi. Pukul tujuh dia sudah keliling taman. Dia memeriksa hasil cangkokan tanaman yang dilakukan hari-hari sebelumnya. Termasuk melihat hasil stek tanaman kamboja Jepang yang kini memenuhi halaman dalam lapas kelas II ini. "Ya, kan banyak tanamannya. Saya potong kalau ada yang mati dan saya siram," katanya. 
  
Seperti nasib keluarga korban Purwanto (tinggal Haryo Abrianto, anak sulung Purwanto, yang lolos dari pembunuhan karena saat itu sekolah di Akabri), keluarga Mbah Sih juga berantakan. Sersan Dua (pol) Adi Saputro, menantu dan salah seorang aktor pembunuhan, meninggal dieksekusi pada 1992. Djais Adi Prayitno, suami yang juga dipidana mati, meninggal akibat sakit di Lapas Porong pada Juni 2001. Sedangkan Sugeng, anaknya (rencananya juga dieksekusi bulan ini), kini mendekam di Lapas Porong. 
  
Sebagai ibu dari anak yang kebetulan sama-sama terpidana mati, Sumiarsih secara naluri selalu ingin tahu kabar anaknya. Dia bisa mengontak Sugeng melalui telepon di wartel kompleks lapas. "Sekitar dua bulan lalu saya kontak dia. Tidak bisa sering-sering. Tidak ada biaya telepon," katanya. Sumiarsih mengaku lega karena Sugeng sehat-sehat saja. 
  
Meski tak ditanya, Sumiarsih sadar kedatangan wartawan ke lapas wanita sore itu untuk menanyakan seputar kabar eksekusi dan penolakan grasi oleh presiden. "Ya, saya sudah tahu," kata Mbah Sih lirih seraya tersenyum. 
  
(Penolakan grasi tercantum dalam Keppres 4/G Tahun 2008. Dasar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak grasi adalah surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 41/TU/II/2007/12/MA/2007 tanggal 8 Januari 2008. Selain itu, putusan bersalah dari PN Surabaya, Pengadilan Tinggi Jatim, dan MA. Juga dua kali penolakan PK (peninjauan kembali) yang dikeluarkan MA). 
  
Meski grasinya ditolak, Sumiarsih tidak mau menyerah begitu saja. Melalui pengacaranya, Sutedja Djajasusmita SH, dia menyatakan akan mengecek posisi penolakan grasi tersebut. Dia mempertanyakan grasi tahun berapa yang ditolak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebab, Mbah Sih, melalui anak perempuannya, Wati, memang sudah beberapa kali mengajukan grasi. "Saya masih ada upaya hukum lagi," kata wanita kelahiran Jombang, Jawa Timur, itu. 
  
Ditanya apa tidak takut menghadapi regu tembak, Sumiarsih awalnya hanya menghela napas. Mimik muka yang sebelumnya mencoba selalu tersenyum, berubah lebih serius. Tubuhnya yang sebelumnya bersandar di kursi tamu ruang Kalapas, dia majukan. 
  
"Semua orang antre (mati). Tinggal menunggu waktu. Sampeyan, saya, semua akan mati. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," katanya. 
  
Muka Sumiarsih terlihat tegang. Senyum yang tadi mengembang tidak tampak lagi. "Siapa tahu satu jam nanti ada yang mati. Kita semua tidak tahu," lanjutnya. 
  
Mbah Sih lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Kedua tangannya bersedekap. "Saya telah bersiap selama 20 tahun. Saya mestinya lebih berbahagia dibanding korban bencana atau pesawat jatuh. Hakim dan jaksa (yang menyidangkannya) malah sudah tiada lebih dulu," katanya. 
  
Sambil mengembangkan senyumnya lagi, Sumiarsih mengatakan bahwa Tuhan Yesus menebus dosa-dosa hambanya. Meski tidak diberi grasi dari manusia, dia tidak takut menghadapi kematian. "Salam Alkitab sudah ada itu," katanya. "Lebih baik mati untuk Tuhan. Saya sudah ikhlas," kata Mbah Sih dengan senyum lebar seperti sebelumnya. 
  
Ditanya soal keinginan saat ini, Mbah Sih mengaku tidak ingin apa-apa. Kalau toh dia harus meninggalkan dunia fana, dia berharap anaknya, Wati, dan cucunya (Mbah Sih tidak mau menyebutkan nama cucu tunggalnya) takut kepada Tuhan. "Anak-anak juga bisa menjadi berkah bagi orang lain," katanya. 
  
Jarum jam di ruang Kalapas menunjukkan pukul 15.35. Setelah menyalami wartawan, Sumiarsih diantar ke selnya oleh petugas KPLP (Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan). Kalapas melarang wartawan masuk ke gerbang ketiga. Dengan langkah-langkah kecil Sumiarsih terus berjalan. "Mbah Sih," sapa Kalapas. Sumiarsih pun menoleh sebentar. Senyumnya kembali mengembang lebar dan kemudian makin menjauh. 
08:42 PM | Permalink

Addres Link : http://lieagneshendra.blogs.friendster.com/my_blog/2008/07/kisah_hidup_ter.html