Sunday, October 5, 2008
Sebulan setelah Putus Jadi "Ujian" Berat
Sebulan setelah Putus Jadi "Ujian" Berat
Aku baru mulai pacaran waktu sudah pakai seragam abu-abu putih, sekitar umur tujuh belasan. Habis, waktu SMP aku masih terlalu tomboi. Nggak ada tuh pikiran pengin pacaran. Hobinya main terus. Semua cowok hanya sebatas teman, nggak pernah mikir pengin lebih spesial. Alhasil, sampai sekarang pas sudah "berumur" gini, aku baru pacaran lima kali. Maklum, aku bukan tipe cewek yang menganggap kalau pacaran itu asal-asalan aja. Asal dekat, bisa jadi.Kalau pacaran, aku selalu serius, beneran cinta. Jadi, sekali punya cowok, jadiannya lama banget. Tapi, kalau udah ngejomblo seperti sekarang, lama juga dapatnya. Harus benar-benar cocok luar dalam. Ketika ada yang PDKT, harus bisa jadi teman dulu sampai lumayan lama. Kalau karakternya cocok, baru lanjut. Kalau nggak, ya maaf cuma bisa jadi teman baik. Lima mantanku itu selalu aku "simpan" baik-baik. Maksudnya, jadi kenangan. Kami tetap berteman meski nggak lagi berpacaran. Karena itu, kalau pun aku kangen, kangennya sebagai teman. Sama teman, wajar kan kalau kita pengin ketemu, pengin tahu kabarnya. Bagiku, menetralkan perasaan itu yang penting. Soal ketemuan, SMS-an, atau telepon, tetap lanjut.Bahkan, pacar sekaligus cinta pertamaku sekarang lebih dari sekadar teman lho. Bukan hanya sahabat, tapi lebih mirip saudara. Karena dulu pacarannya superlama, kira-kira tiga setengah tahun, jadi aku udah akrab banget sama keluarganya. Mamanya malah masih manggil aku "nak". Justru mamanya yang lebih sering kangen aku, ha ha. Aku juga sayang kok sama keluarga mantanku itu. Sampai sekarang, biar udah putus, aku masih manggil nyokap mantan dengan sebutan "mama". Sama mantanku sendiri malah lebih ekstrem. Karena sudah akrab banget, aku selalu dikenalin sama cewek-ceweknya. Tiap punya pacar baru pasti dikasih tahu. Herannya, aku juga jadi akrab dengan pacar mantan. Sebaliknya, kalau ada cowok yang pedekate ke aku, pasti aku konsultasi ke dia. Nanti dia kasih saran-saran dan petuah gitu. Heran ya, seakrab ini tapi kok putus. He he... Kadang cinta kan memang nggak bisa dimengerti. Waktu itu kita ngerasa sudah nggak bisa jadi pasangan. Ada banyak rasa yang hilang, jadinya putus. Mungkin, hubungan kami lebih baik sebagai saudara.Saat jomblo seperti ini kadang kangen juga sih di-SMS atau ditelepon seseorang. Tapi, berhubung aku bukan cewek yang terpuruk hanya karena nggak ada cowok, aku menyikapi ini dengan nggak berlebihan.Cara efektif buat melupakan pacar yang baru aja putus adalah hilang komunikasi sama dia. Harus kuat, sebulan nggak ketemu, no SMS, no telepon. Itu masa-masa yang menentukan untuk mengubur statusnya sebagai pacar. Bisa dibilang, ujian beratnya ya sebulan setelah putus itu. Setelah sebulan berlalu, kasih dia label baru: friend. Sebagai teman, masih wajar kan kalau ketemuan, SMS-an, atau telepon. Muncul rasa kangen pun boleh-boleh aja. Tapi, kangennya harus dibatasi sebagai teman, bukan mantan pacar.
Aku baru mulai pacaran waktu sudah pakai seragam abu-abu putih, sekitar umur tujuh belasan. Habis, waktu SMP aku masih terlalu tomboi. Nggak ada tuh pikiran pengin pacaran. Hobinya main terus. Semua cowok hanya sebatas teman, nggak pernah mikir pengin lebih spesial. Alhasil, sampai sekarang pas sudah "berumur" gini, aku baru pacaran lima kali. Maklum, aku bukan tipe cewek yang menganggap kalau pacaran itu asal-asalan aja. Asal dekat, bisa jadi.Kalau pacaran, aku selalu serius, beneran cinta. Jadi, sekali punya cowok, jadiannya lama banget. Tapi, kalau udah ngejomblo seperti sekarang, lama juga dapatnya. Harus benar-benar cocok luar dalam. Ketika ada yang PDKT, harus bisa jadi teman dulu sampai lumayan lama. Kalau karakternya cocok, baru lanjut. Kalau nggak, ya maaf cuma bisa jadi teman baik. Lima mantanku itu selalu aku "simpan" baik-baik. Maksudnya, jadi kenangan. Kami tetap berteman meski nggak lagi berpacaran. Karena itu, kalau pun aku kangen, kangennya sebagai teman. Sama teman, wajar kan kalau kita pengin ketemu, pengin tahu kabarnya. Bagiku, menetralkan perasaan itu yang penting. Soal ketemuan, SMS-an, atau telepon, tetap lanjut.Bahkan, pacar sekaligus cinta pertamaku sekarang lebih dari sekadar teman lho. Bukan hanya sahabat, tapi lebih mirip saudara. Karena dulu pacarannya superlama, kira-kira tiga setengah tahun, jadi aku udah akrab banget sama keluarganya. Mamanya malah masih manggil aku "nak". Justru mamanya yang lebih sering kangen aku, ha ha. Aku juga sayang kok sama keluarga mantanku itu. Sampai sekarang, biar udah putus, aku masih manggil nyokap mantan dengan sebutan "mama". Sama mantanku sendiri malah lebih ekstrem. Karena sudah akrab banget, aku selalu dikenalin sama cewek-ceweknya. Tiap punya pacar baru pasti dikasih tahu. Herannya, aku juga jadi akrab dengan pacar mantan. Sebaliknya, kalau ada cowok yang pedekate ke aku, pasti aku konsultasi ke dia. Nanti dia kasih saran-saran dan petuah gitu. Heran ya, seakrab ini tapi kok putus. He he... Kadang cinta kan memang nggak bisa dimengerti. Waktu itu kita ngerasa sudah nggak bisa jadi pasangan. Ada banyak rasa yang hilang, jadinya putus. Mungkin, hubungan kami lebih baik sebagai saudara.Saat jomblo seperti ini kadang kangen juga sih di-SMS atau ditelepon seseorang. Tapi, berhubung aku bukan cewek yang terpuruk hanya karena nggak ada cowok, aku menyikapi ini dengan nggak berlebihan.Cara efektif buat melupakan pacar yang baru aja putus adalah hilang komunikasi sama dia. Harus kuat, sebulan nggak ketemu, no SMS, no telepon. Itu masa-masa yang menentukan untuk mengubur statusnya sebagai pacar. Bisa dibilang, ujian beratnya ya sebulan setelah putus itu. Setelah sebulan berlalu, kasih dia label baru: friend. Sebagai teman, masih wajar kan kalau ketemuan, SMS-an, atau telepon. Muncul rasa kangen pun boleh-boleh aja. Tapi, kangennya harus dibatasi sebagai teman, bukan mantan pacar.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment