Wednesday, October 1, 2008
Ledakan baterai gadget kembali jadi gunjingan hangat. Jika tahun lalu baterai laptop yang bikin heboh, sekarang giliran baterai ponsel. Bagaimana sebuah baterai seukuran kotak korek api bisa meledak layaknya sebuah bom?
Sebagian besar gadget modern termasuk ponsel menggunakan baterai lithium ion. Dijuluki baterai lithium ion karena tenaga baterai ini berasal dari aliran ion-ion lithium (Li+) di dalam larutan elektrolit. Sewaktu baterai kita charge, ion lithium mengalir dari katoda (kutub positif) ke anoda (kutub negatif). Sebaliknya, ion lithium mengalir dari anoda ke katoda ketika baterai bekerja.
Elektrolit, anoda, dan katoda dikemas dalam sebuah kontainer bertekanan. Selapis separator memisahkan anoda dan katoda agar keduanya tidak saling bersinggungan. Separator itu terbuat dari plastik super tipis dengan lubang-lubang mikro yang hanya cukup dilewati ion lithium. Nah, masalahnya bermula ketika baterai diproduksi di pabrik. Ada kotoran berupa butir-butir logam yang masuk ke larutan elektrolit. Tidak banyak memang, tetapi bisa menyebabkan malapetaka. Cerita lengkapnya begini.
Pada saat charging, suhu baterai bertambah. Butiran logam akan berlarian kesana kesini, mirip dengan butiran beras dalam air yang diaduk. Jika berada di dekat separator, butir-butir logam itu bisa merobek separator. Alhasil, terjadilah hubungan pendek alias korsleting antara anoda dan katoda. Peristiwa selanjutnya mudah ditebak.
Korsleting membuat arus listrik mengalir sangat cepat. Suhu dan tekanan di dalam baterai akan meningkat drastis. Ledakan pun tak terhindarkan. Korsleting juga sanggup memercikkan bunga api layaknya pemantik. Kontan saja garam lithium yang memang mudah terbakar itu menyala hebat. Bayangkan saja, energi yang bisa membuat ponsel menyala berhari-hari itu lepas dalam sekejap.
Baterai lithium ion sekarang mesti bekerja lebih berat. Kapasitasnya dituntut makin besar, tapi ukurannya tidak boleh menggembung. Mau tak mau, pabrik baterai memakai separator yang lebih tipis dan lebih mudah bocor.
Beberapa pabrik baterai non-standar nekad menghilangkan pemutus arus demi menekan harga. Tanpa alat kecil itu, baterai tetap teraliri arus meski sudah terisi penuh. Terjadilah apa yang disebut overheat atau panas berlebih. Jika sudah begitu, baterai pun berpotensi meledak tiba-tiba. Booom.
Eko Sujatmiko , penulis iptek
1. Jeroan baterai lithium ion. Lembaran anoda dan katoda digulung dengan selapis separator di tengah-tengah. Semuanya dimasukkan dalam wadah berisi elektrolit yang dilengkapi ventilasi serta cincin anti bocor.
2. Reaksi kimia membuat ion-ion lithium (Li+) berpindah dari anoda ke katoda. Akibatnya elektron mengalir dari anoda dan katoda sebagai arus listrik. Sewaktu di-charge, ion-ion itu dipulangkan ke katoda dengan cara memberi tegangan listrik di katoda.
3. Butir-butir logam yang masuk ke elektolit saat baterai diproduksi bisa merobek separator, lalu membuat anoda dan katoda terhubung pendek (korsleting). Korslet juga terjadi jika butiran logam menumpuk di anoda atau katoda.
Sebagian besar gadget modern termasuk ponsel menggunakan baterai lithium ion. Dijuluki baterai lithium ion karena tenaga baterai ini berasal dari aliran ion-ion lithium (Li+) di dalam larutan elektrolit. Sewaktu baterai kita charge, ion lithium mengalir dari katoda (kutub positif) ke anoda (kutub negatif). Sebaliknya, ion lithium mengalir dari anoda ke katoda ketika baterai bekerja.
Elektrolit, anoda, dan katoda dikemas dalam sebuah kontainer bertekanan. Selapis separator memisahkan anoda dan katoda agar keduanya tidak saling bersinggungan. Separator itu terbuat dari plastik super tipis dengan lubang-lubang mikro yang hanya cukup dilewati ion lithium. Nah, masalahnya bermula ketika baterai diproduksi di pabrik. Ada kotoran berupa butir-butir logam yang masuk ke larutan elektrolit. Tidak banyak memang, tetapi bisa menyebabkan malapetaka. Cerita lengkapnya begini.
Pada saat charging, suhu baterai bertambah. Butiran logam akan berlarian kesana kesini, mirip dengan butiran beras dalam air yang diaduk. Jika berada di dekat separator, butir-butir logam itu bisa merobek separator. Alhasil, terjadilah hubungan pendek alias korsleting antara anoda dan katoda. Peristiwa selanjutnya mudah ditebak.
Korsleting membuat arus listrik mengalir sangat cepat. Suhu dan tekanan di dalam baterai akan meningkat drastis. Ledakan pun tak terhindarkan. Korsleting juga sanggup memercikkan bunga api layaknya pemantik. Kontan saja garam lithium yang memang mudah terbakar itu menyala hebat. Bayangkan saja, energi yang bisa membuat ponsel menyala berhari-hari itu lepas dalam sekejap.
Baterai lithium ion sekarang mesti bekerja lebih berat. Kapasitasnya dituntut makin besar, tapi ukurannya tidak boleh menggembung. Mau tak mau, pabrik baterai memakai separator yang lebih tipis dan lebih mudah bocor.
Beberapa pabrik baterai non-standar nekad menghilangkan pemutus arus demi menekan harga. Tanpa alat kecil itu, baterai tetap teraliri arus meski sudah terisi penuh. Terjadilah apa yang disebut overheat atau panas berlebih. Jika sudah begitu, baterai pun berpotensi meledak tiba-tiba. Booom.
Eko Sujatmiko , penulis iptek
1. Jeroan baterai lithium ion. Lembaran anoda dan katoda digulung dengan selapis separator di tengah-tengah. Semuanya dimasukkan dalam wadah berisi elektrolit yang dilengkapi ventilasi serta cincin anti bocor.
2. Reaksi kimia membuat ion-ion lithium (Li+) berpindah dari anoda ke katoda. Akibatnya elektron mengalir dari anoda dan katoda sebagai arus listrik. Sewaktu di-charge, ion-ion itu dipulangkan ke katoda dengan cara memberi tegangan listrik di katoda.
3. Butir-butir logam yang masuk ke elektolit saat baterai diproduksi bisa merobek separator, lalu membuat anoda dan katoda terhubung pendek (korsleting). Korslet juga terjadi jika butiran logam menumpuk di anoda atau katoda.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment